Rabu 28 Apr 2021 22:05 WIB

Mereka yang Mati Syahid Selain dalam Berperang

Syuhada adalah mereka yang dimuliakan dalam kuburnya.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Mereka yang Mati Syahid Selain dalam Berperang. Penampakan fenomena Supermoon, di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (8/5). Supermoon adalah penampakan bulan lebih besar dari biasanya karena posisi bulan berada di titik terdekat dengan bumi
Foto: Edi Yusuf/Republika
Mereka yang Mati Syahid Selain dalam Berperang. Penampakan fenomena Supermoon, di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (8/5). Supermoon adalah penampakan bulan lebih besar dari biasanya karena posisi bulan berada di titik terdekat dengan bumi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggal dalam keadaan syahid tidak selalu dalam kondisi perang. Rasulullah telah menyampaikan orang yang meninggal dalam keadaan syahid akan diselamatkan dari ujian (fitnah) dan siksa kubur.

Suatu ketika, Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang mati syahid?” kemudian para sahabatnya menjawab, “Wahai Rasulullah, barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dialah orang yang syahid.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah kembali bertanya, “Jika demikian, berarti kaum syuhada yang berasal dari umatku hanyalah sedikit?”

Baca Juga

Para sahabat bertanya lagi, “Lalu siapakah yang tergolong dalam kaum syuhada itu wahai Rasulullah?” Dia menjawab, “Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah berarti ia syahid. Barangsiapa yang mati di jalan Allah berarti ia syahid. Barangsiapa yang mati karena penyakit kusta maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut maka ia syahid,” (HR Muslim).

Dijelaskan dalam buku Tamasya ke Negeri Akhirat oleh Syaikh Mahmud al-Mishri, beberapa hadits lain juga menjelaskan golongan manusia yang meninggal dalam keadaan syahid selain melalui perang. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mati karena sakit perutnya, maka tidak akan disiksa dalam kuburnya,” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi, al-Albani menetapkan dalam kitabnya Shahih al-Jami, 6461).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement