Tahan Syahwat Perut dan Kurangi Sampah Saat Ramadhan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah

Rabu 28 Apr 2021 16:35 WIB

Tahan Syahwat Perut dan Kurangi Sampah Saat Ramadhan. Sejumlah warga saat membeli sajian buka puasa atau takjil di Pasar Rawamangun, Jakarta, Rabu (21/4). Pasar Rawamangun menjadi salah satu lokasi favorit warga untuk mencari aneka makanan dan minuman untuk sajian berbuka puasa. Republika/Putra M. Akbar Foto: Republika/Putra M. Akbar Tahan Syahwat Perut dan Kurangi Sampah Saat Ramadhan. Sejumlah warga saat membeli sajian buka puasa atau takjil di Pasar Rawamangun, Jakarta, Rabu (21/4). Pasar Rawamangun menjadi salah satu lokasi favorit warga untuk mencari aneka makanan dan minuman untuk sajian berbuka puasa. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) dan Sumber Daya Alam (SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan umat Islam di bulan Ramadhan tidak terlalu banyak memproduksi sampah. MUI mengingatkan umat bisa mengendalikan syahwat perut untuk mengurangi konsumsi dan sampah.

Ketua LPLH dan SDA MUI Hayu Susilo Prabowo mengatakan, di bulan Ramadhan umat Islam diajarkan menahan diri dari syahwat perut. Karena syahwat perut ini adalah inti dari semuanya.

Baca Juga

"Sampah adalah refleksi bagaimana kita mengonsumsi, di bulan Ramadhan ini semestinya sampah itu menjadi lebih sedikit (karena kita mengurangi konsumsi), tapi kenyataannya lebih banyak (sampah)," kata Hayu kepada Republika.co.id, Rabu (28/4).

Ia menjelaskan, dengan fenomena bertambahnya sampah di bulan Ramadhan, artinya refleksi dari Ramadhan ini belum sampai pada yang diinginkan. Sebetulnya di bulan Ramadhan, orang yang berpuasa harus bisa menahan syahwat perut.

Di dalam Fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 tentang pengelolaan sampah untuk mencegah kerusakan lingkungan. Dijelaskan setiap Muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir dan israf.

"Tabdzir adalah menyia-nyiakan barang atau harta yang masih bisa dimanfaatkan menurut ketentuan syar’i ataupun kebiasan umum di masyarakat," ujarnya.

Hayu menerangkan, dalilnya dari Surat Al-Isra Ayat 27, artinya sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Ia juga mengingatkan, Indonesia ini pembuang sampah pelastik dan makanan terbesar kedua di dunia. Di momen Ramadhan, seharusnya bisa mengurangi sampah-sampah tersebut.

Ia mengatakan, komposisi sampah di Indonesia paling banyak adalah sampah organik dari sisa makanan dan bahan pangan. Kedua terbanyak sampah plastik, dan sisanya sampah-sampah lainnya.

"Dampak buruk dari sampah makanan atau organik menimbulkan bau sehingga membuat udara di sekitarnya tercemar," jelas Hayu.

Ia menjelaskan, sampah organik juga mengeluarkan metana, ini sangat berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kemudian, jika sampah organik yang mengandung zat berbahaya bercampur dengan air hujan, akan menjadi air lindi. 

Air lindi akan mengotori air yang ada di sekelilingnya sekaligus mencemari air tanah. Tanahnya juga tercampur carun dari sampah itu. "Jadi sampah itu sangat mencemari lingkungan, mencemari udara, air dan tanah, (padahal) sangat penting udara, air dan tanah untuk pertanian," kata Hayu.