Selasa 27 Apr 2021 15:46 WIB

Mesin Kini Bisa Bantu Diagnosa Penyakit

Machine learning bisa membantu diagnosa penyakit lebih cepat dan akurat.

Dokter (Ilustrasi)
Foto: Health
Dokter (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menetapkan diagnosa yang tepat pada penyakit berat sangat penting bagi pasien dan dokter. Namun itu kadang tidak mudah.

Misalnya seorang pakar radiologi. Ia hanya punya sedikit waktu untuk menganalisa gambar. "Kira-kira 10 menit bagi setiap pasien. Padahal ada 200-400 gambar, yang harus dilihat," kata Andreas Lemke, pengembang piranti lunak pada perusahaan Mediaire.

Baca Juga

Artinya, seorang dokter memberikan penilaian berdasarkan pengalamannya. Untungnya, dalam dunia kedokteran, teknologi canggih juga digunakan. Misalnya pencitraan resonansi magnetik. Dalam citra terperinci, struktur organ-organ tubuh bisa terlihat.

Teknologi canggih

Machine Learning begitu nama teknologinya. Data dalam jumlah besar dihubungkan oleh sebuah algoritme.

Komputer yang dilengkapiinteligensia artifisial ini, misalnya belajar mengenali sklerosis multipel atau MS, dan serangan demensia pada otak. Semakin besar dan terperinci datanya, semakin tepat pula hasilnya.

Setiap bagian proses akan kami otomatisasi. Semakin banyak piranti lunak juga akan bisa menganalisa masalah tertentu. Akhirnya seorang ahli radiologi hanya akan memeriksa informasi tertentu. Lainnya dikerjakan piranti lunak."

Juga dalam upaya memerangi COVID-19, piranti lunak yang mampu belajar itu digunakan. Misalnya dalam tes Corona untuk masyarakat luas. Dalam waktu dekat akan ada aplikasi baru, yang dengan bantuannya, tes infeksi bisa dilaksanakan hanya dengan pengenalan suara.

Bantu perangi pandemi

Tes kilat audio itu memang tidak bisa menggantikan tes dengan sampel dari tenggorokan. Namun, tapi akurasinya bisa sampai 90 persen. Sekarang, data suara dari sebanyak mungkin orang dikumpulkan untuk melatih pirant lunak.

"Lewat kerja paru-paru, misalnya saat batuk atau tertawa, diukur seberapa banyak tekanan dikeluarkanparu-paru. Itu hal-hal yang kami ukur lewat algoritma pengolahan sinyal."

"Kemudian melatih inteligensia artifisial menggunakan contoh-contoh dari kumpulan data, untuk melihat apakah seseorang positif atau negatif tertular, atau apakah menunjukkan simtom."

Jika penderita sakit paru-paru harus diberikan pernapasan buatan, risikonya besar, bahwa paru-paru rusak. Sehingga risiko kematian juga tinggi.

Sebuah perusahaan pembuat piranti lunak di München mengembangkan inteligensia artifisial yang bertujuan memperbaiki peluang hidup. Dengan sebuah software dibuat model digital paru-paru, dan disimulasikan bagaimana udara masuk. Dengan cara itu, misalnya, tekanan pada alat pernapasan bisa disesuaikan.

Melihat kerusakan paru-paru

"Sejauh ini, dokter tidak bisa melihat ke dalam paru-paru. Ia hanya melihat dari luar yang ditunjukkan alat pernapasan tentang tekanan pada trakea," jelas Dr. Jonas Biehler, manajer perusaaan ebenbuild.

Perusahaannya mengembangkan teknologi yang memungkinkan itu. Dengan begitu dokter bisa melihat, bagaimana udara bergerak di dalamnya, juga di mana udara menimbulkan pembengkakkan. "Bukan itu saja. Karena ini alat digital, sebelum digunakan pada pasien, bisa diujicoba tanpa merugikan pasien."

Tantangan berikutnya bagi perusahaan itu adalah, izin penggunaan program sebagai produk kedokteran. Dalam dua tahun mendatang, produk ini bisa dilempar ke pasaran Eropa. Walaupun saat itu pandemi corona mungkin sudah teratasi.

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement