Qadha dan Qadar Menurut Perspektif Teologi dan Tasawuf

Red: Nashih Nashrullah

Selasa 27 Apr 2021 05:48 WIB

Qadha dan qadar adalah dua hal yang berbeda menurut syariat . Ilustrasi qadha qadar Foto: Yogi Ardhi/Republika Qadha dan qadar adalah dua hal yang berbeda menurut syariat . Ilustrasi qadha qadar

Oleh : Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Takdir terdiri atas qadha dan qadar. Qadha ialah ketentuan Tuhan yang bersifat umum, generik, dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian, mikro, dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.

Jika sebuah kendaraan mengalami kecelakaan, misalnya meluncur ke jurang yang dalam, maka bisa dipastikan penumpang di dalamnya menjadi korban. Namun, korban itu bermacam-macam. Mungkin ada yang meninggal, ada yang luka berat, dan ada yang luka ringan. Mobil jatuh ke jurang menimbulkan korban itu disebut qadha.

Tetapi, tingkat kecelakaan setiap penumpang itu disebut qadar. Contoh lain, beberapa gelas jatuh dari atas meja, maka qadha-nya pasti pecah, akan tetapi serpihan masing-masing gelas berbeda-beda satu sama lain. Pecahnya gelas-gelas yang jatuh merupakan qadha, tetapi serpihan pecahan masing-masing gelas berbeda-beda satu sama lain, itu disebut qadar.

Antara qadha dan qadar dapat dibedakan kepada dua bagian. Pertama, qadha dan qadar mubham berupa ketentuan yang telah ditetapkan Allah mengikuti blue print pada zaman azali dan tidak akan berubah lagi, seperti kehadiran manusia di bumi dan bentuk-bentuk tubuh, serta etniknya.

Kedua. qadha dan qadar mu'allaq, yakni apa-apa yang terkait dengan usaha ikhtiar manusia, seperti sebab-sebab yang membawa musibah dan kebahagiaan kepada seseorang, dan sebab-sebab yang membawa kedurhakaan dan ketaatan kepada orang.

Qadha dan qadar merupakan dua kata majemuk yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Memisahkan satu di antara keduanya akan berakibat fatal dan meruntuhkan bangunan itu. Umar pernah menjelaskan perbedaan antara qadha dan qadar ketika menjawab pertanyaan Abu Ubaidah bin al-Jarrah mengenai merebaknya salah satu jenis epidemi di Negeri Syam (Suriah). "Apakah Khalifah akan lari dari takdir Allah?" Jawab Umar: "Saya lari dari takdir Allah kepada takdir- Nya yang lain;" yaitu lari dari dampak epidemi kepada takdir sehat dan selamat.

Begitu juga jika seseorang yang berpindah dari bumi yang menghadapi kemarau kepada bumi yang subur untuk memelihara ternakannya, maka perpindahannya itu berarti bertukar dari satu takdir kepada takdir yang lain. Dengan kata lain, tidak ada yang bisa mengubah takdir selain takdir.

Takdir yang bisa diartikan sebagai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang akan terjadi pada makhluknya. Pada akhirnya, penetapan arti takdir kembali ke sistem teologi yang dianut oleh seseorang. Ada mazhab yang berpendapat takdir tidak bisa diubah, seperti kata Mazhab Asy'ari pada umumnya dan mazhab lain mengatakan bisa diubah, seperti kata Mazhab Mu'tazilah. Bagi kita, yang penting berusaha semaksimal mungkin, berdoa seikhlas mungkin, kemudian tawakal sekuat mungkin.

"Manusia tidak boleh mengandalkan angan-angannya untuk menjangkau kehendak dan cita-citanya. Sebab, setelah ikhtiar manusia akan dihadapkan kepada ke nyataan yang sebenarnya. Itulah takdir Allah. Kemuliaan ibadah seorang hamba adalah pada keadaan akhir, ketika ia dengan ikhlas me nerima ketentuan Allah SWT. Demikian juga halnya dengan rezeki yang telah ditentukan pembagiannya oleh Allah". (Ibn Athaillah).

Pernyataan di atas mengingatkan kita tentang misteri takdir. Takdir sesungguhnya bisa diurai menjadi dua komponen, yaitu qadha dan qadar. Dari segi bahasa, qadha berarti hukum, ciptaan, kepastian, dan penjelasan; kemudian membentuk arti memutuskan, memisahkan, menentukan sesuatu, mengukuhkan, menjalankan dan menyelesaikan.

Sedangkan, qadar berasal dari akar kata qadara-yaq daru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qadran), mengandung arti akhir atau puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Dari akar kata ini juga melahirkan kata takdir yang berarti ketentuan Allah.