Selasa 27 Apr 2021 00:05 WIB

Tim Gabungan Gagalkan Keberangkatan Lima PMI Ilegal ke Irak

Pengungkapan kasus bermula dari seorang PMI yang kabur karena lokasi penampungan yang

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim gabungan yang terdiri dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Polres Indramayu, dan instansi lainnya berhasil mengagalkan keberangkatan 5 orang calon pekerja migran ilegal yang akan berangkat ke Irak. Mereka direncanakan akan bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).

Kepala UPT BP2MI Jawa Barat, Ade Kusnadi mengatakan, pengungkapkan kasus berawal dari seorang calon pekerja migran Indonesia berinisial IR yang melarikan diri dari penampungan pekerja migran di wilayah Cirebon. Korban kabur karena melihat lokasi penampungan bagi calon pekerja migran, tidak layak.

Dia melanjutkan, korban melaporkan hal tersebut kepada kepolisian dan badan perlindungan pekerja migran. Selanjutnya, tim gabungan melakukan pengamatan terhadap lokasi penampungan.

"Tim melakukan penggerebekan (23/4) di lima lokasi di Cirebon dan Majalengka. Dari beberapa tempat kami hanya mendapatkan 5 orang calon PMI yang saat itu masih berada disana," ujarnya saat melakukan konferensi pers, Senin (26/4).

Ade mengatakan, pihaknya juga mengamankan dua orang calo yang berinisial E dan N yang menawarkan pekerjaan bekerja di luar negeri kepada para korban. Para pelaku selanjutnya menyalurkan korban kepada direktur salah satu instansi penempatan kerja ilegal berinisial N yang saat ini masih buron.

"Mereka (korban) sampai saat ini belum dipungut biaya, namun diberikan uang oleh kedua calo tersebut," katanya. Ia menuturkan, praktek menawarkan uang kepada calon pekerja dilakukan untuk menarik minat para korban.

"Yang merebak sekarang di lapangan, dijebak dengan diberikan sesuatu sehingga menjadi penyebab kasus terjadi mereka diberikan uang dan nanti diakhir menjadi utang," ungkapnya.

Dia mengatakan, selama di penampungan para korban tidak diperbolehkan untuk bersosialisasi dengan tetangga dan rumah dikunci dari luar. Selain itu seluruh alat komunikasi para korban diambil oleh para calo tersebut. Mereka rata-rata berada di penampungan sejak tanggal 16 April.

Ade menambahkan, saat penggerebakan ditemukan dokumen yang berisi data 500 orang yang diduga telah disalurkan ke luar negeri secara ilegal sejak 2017 sampai 2021. Namun, sejauh ini belum terdapat pihak yang melaporkan terkait hal tersebut.

Salah seorang korban calon pekerja migran berinisial Y mengaku, mendapatkan informasi akan ditempatkan di Irak sebagai asisten rumah tangga. Namun, dia mengaku, tidak mengetahui persis akan diberangkatkan kapan ke Irak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement