Ahad 25 Apr 2021 23:29 WIB

DPRD Surabaya Nilai Implementasi KPI untuk ASN Kurang Tegas

Dalam lima tahun terakhir ditemukan masih banyak pelanggaran ASN.

DPRD Surabaya Nilai Implementasi KPI untuk ASN Kurang Tegas (ilustrasi).
Foto: Dok Republika
DPRD Surabaya Nilai Implementasi KPI untuk ASN Kurang Tegas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya menilai implementasi key performance indicator (KPI) atau pengukur kedisiplinan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Surabaya kurang tegas.

Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Fatkur Rohman, mengatakan berdasarkan hasil rapat dengar pendapat dengan Inspektorat Surabaya beberapa hari lalu, diketahui dalam lima tahun terakhir ditemukan masih banyak pelanggaran ASN, seperti korupsi, perselingkuhan, penyalahgunaan wewenang, kasus perbuatan asusila, cerai tidak izin atasan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Namun angka tertinggi adalah tidak masuk kerja yakni sebanyak 38 kasus," katanya pula, Ahad (25/4).

Menurut dia, masih adanya kasus pelanggaran dilakukan ASN di Pemkot Surabaya menunjukkan KPI tidak berjalan dengan baik. "Jangan-jangan pelanggaran yang dilakukan itu tidak secara tegas terantisipasi dalam KPI yang dibuat. Atau mungkin juga implementasinya yang kurang tegas atau ada faktor lain. Artinya ini perlu dibedah serius," kata Fatkur lagi.

Karena itu, ia mendorong agar ada analisa untuk kasus-kasus pelanggaran yang sering terjadi, dan ada evaluasi terhadap apa langkah Pemkot Surabaya yang sudah dijalankan. Ia berharap ada waktu khusus Inspektorat bersama Komisi A DPRD Surabaya untuk membahas rekapitulasi dan mapping 10 dari 30 pelanggaran terbanyak.

"Jadi harus dibedah bersama, misalnya kenapa akhir-akhir ini banyak muncul permasalahan perselingkuhan di kalangan ASN. Kami ingin tahu apa sih akar masalahnya," ujarnya pula.

Sekretaris Inpsektorat Surabaya Dahliana Lubis sebelumnya mengatakan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010, pihaknya sudah melakukan beberapa pendampingan dan penindakan baik untuk jenis hukuman ringan misal berupa teguran lisan maupun tertulis, hukuman sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala dan pangkat.

"Kalau hukuman berat, bisa sampai pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, bahkan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS," katanya lagi.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement