Sabtu 24 Apr 2021 01:27 WIB

BUMDes di Jabar Bisa Raih Omzet Rp 30 Miliar Per Tahun

Keuntungan terbesar berasal dari simpan pinjam yang memiliki sekitar 3.000 nasabah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
BUMDes harus memiliki konsep dan rencana bisnis yang lebih baik sehingga lebih terstruktur melalui program SABISA atau sakola (sekolah) bisnis desa.
Foto: Istimewa
BUMDes harus memiliki konsep dan rencana bisnis yang lebih baik sehingga lebih terstruktur melalui program SABISA atau sakola (sekolah) bisnis desa.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Keberadaan badan usaha milik desa (BUMDes) di sejumlah daerah mulai membuahkan hasil. Hal ini terlihat dari adanya keuntungan yang dibukukan dalam setiap tahun.

Salah satunya yang ditorehkan BUMDes Niagara di Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Setiap tahunnya, BUMDes itu berhasil meraih omset hingga Rp 30 miliar.

Menurut Direktur Utama BUMDes Niagara, Neneng Santiani, dari jumlah tersebut, BUMDes ini berhasil membukukan laba sebesar Rp 1,8 miliar per tahun. "Tahun kemarin (2020) kami menyetor untuk PADes Rp 780 juta," ujar Neneng di Bandung, Jumat (23/4).

Neneng menjelaskan, BUMDes yang dipimpinnya ini memiliki beberapa unit usaha. Yakni, mulai dari pengelolaan pasar tradisional, koperasi simpan pinjam, jual beli produk kerajinan, hingga pengelolaan sarana olahraga dan tempat wisata.

"Dari semua itu, saat ini kami mengelola aset senilai Rp16 miliar yang semuanya milik pemerintah desa," katanya.

Keberhasilan BUMDesnya ini, kata dia, berawal dari inisiatif warga dan aparatur desa untuk membangun pasar tradisional pada 2000 silam. Saat itu, Desa Wangisagara yang masuk kategori desa tertinggal belum memiliki pasar sehingga warganya sulit untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

"Dulu ke pasar terdekat sekitar 4 km. Akses jalan pun belum bagus," katanya.

Menurutnya, berawal dari modal Rp 150 juta untuk membangun 48 kios, kini semakin berkembang sehingga terdapat 150 kios yang disewakan per 10 tahun sekali. "Selain dari sewa kios, kami menerima pendapatan dari retribusi," katanya.

Berhasil dalam mengelola pasar tradisional, kata dia, tak membuat pengurus BUMDes Niagara saat itu berpuas diri. BUMDes nya pun merambah ke unit bisnis lain dengan membangun koperasi simpan pinjam yang menyasar pedagang dan warga sekitar sebagai nasabahnya.

Usaha tersebut, kata dia, terus berkembang karena membukukan laba yang signifikan. Bahkan, hingga saat ini keuntungan terbesar berasal dari simpan pinjam yang telah memiliki sekitar 3.000 nasabah.

"Berkembang dari mulut ke mulut. Awalnya pedagang, warga kami, sekarang nasabah kami banyak juga dari desa lain," katanya. 

Dalam setiap tahun, kata dia, usaha simpan pinjamnya itu berkontribusi 70 persen terhadap raihan laba. Sisanya, dari retribusi pasar dan sewa kaki lima. 

"Selain itu, kami mengelola lapang sepakbola dan area wisata alam," katanya.

Sementara menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, ia bersyukur saat ini semakin banyak BUMDes di wilayahnya yang telah berhasil. Sehingga, berkontribusi terhadap pemasukan kas desa.

Namun, Bambang memastikan perlunya pendampingan terhadap perusahaan pelat merah tersebut agar kinerjanya semakin baik. Sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

"Pemerintah punya kewajiban untuk memberikan pendampingan tentang tata kelola keuangan, aset. Salah satunya melalui program AKSARA (akademi desa juara)," katanya saat berkunjung ke BUMDes Niagara.

Bambang pun akan membantu pengerajin yang diberdayakan BUMDes Niagara agar menghasilkan produk dengan desain yang baik dan sesuai keinginan pasar. "Termasuk membantu untuk membuka akses pasar, seperti memberi pelatihan digital marketing dan mempertemukan dengan offtaker," katanya.

Bambang mengatakan, pihaknya juga akan mendampingi BUMDes agar memiliki konsep dan rencana bisnis yang lebih baik sehingga lebih terstruktur melalui program SABISA atau sakola (sekolah) bisnis desa. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement