Jumat 23 Apr 2021 13:45 WIB

Joe Biden Usulkan Kenaikan Pajak Bagi Orang Terkaya di AS

Rencana pajak orang terkaya di AS memicu aksi jual saham di Wall Street

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden AS Joe Biden
Foto: EPA-EFE/Andrew Harrer
Presiden AS Joe Biden

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mempersiapkan proposal untuk menaikkan pajak bagi orang-orang terkaya di AS. Proposal itu akan menaikkan batas tarif atas dan pajak keuntungan investasi orang-orang kaya.

Berita itu memicu aksi jual saham di Wall Street, indeks-indeks utama tergelincir selama sesi jual beli pada Kamis (22/4) kemarin. Gedung Putih mengatakan, Rencana Keluarga Amerika Biden akan diumumkan pekan depan.

Baca Juga

Keluarga dengan penghasilan di bawah 400 ribu dolar per tahun tidak akan terdampak pada rencana ini. Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, pemerintah belum menyelesaikan proposal tersebut, tapi ia menekankan kenaikan pajak bagi orang-orang dan perusahaan kaya.

"Ia memandang harus hal ini harus didukung oleh orang-orang terkaya Amerika yang mampu dan perusahaan dan bisnis yang mampu," kata Psaki seperti dikutip BBC, Jumat (23/4).

Media AS New York Times dan Bloomberg melaporkan proposal ini akan menaikkan tarif pajak pendapat dari 37 persen menjadi 39,6 persen. Rencana ini juga akan mengembalikan pajak penghasilan yang dipotong Donald Trump pada 2017 lalu.

Rencana itu juga akan menaikkan pajak keuntungan modal hampir dua kali lipat dari 20 persen menjadi 39,6 persen. Beberapa negara bagian menetapkan pajak keuntungan modal mereka sendiri sehingga beberapa investor dapat terkena pajak lebih dari 50 persen.

Anggota Partai Republik di Kongres diprediksi akan menentang keras proposal ini. Walaupun Partai Demokrat menang tipis di legislatif, kemungkinan besar tidak semua anggotanya mendukung rencana ini.

Namun, berita itu cukup menimbulkan kegelisahan di Wall Street. Indeks saham Dow Jones Industrial Average turun 420 poin. "Bila rencana ini memiliki kesempatan untuk lolos, akan turun 2.000 poin," kata investor Thomas Hayes dari Great Hill Capital. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement