Kamis 22 Apr 2021 16:24 WIB

Istana Bahia di Marakesh Dibangun oleh Mantan Budak

Istana Bahia merupakan bangunan bersejarah paling indah di Maroko

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Istana Al-Bahia di Kota Marrakech, Maroko.
Foto: flickriver.com
Istana Al-Bahia di Kota Marrakech, Maroko.

IHRAM.CO.ID, RABAT -- Istana Bahia di Maroko kini telah dibuka untuk umum. Istana penuh corak ini merupakan bangunan bersejarah paling indah di Maroko dan bekas kediaman kerajaan abad ke-19.

Dilansir dari Middle East Eye, Kamis (22/4), Istana Bahia di Marakesh terletak di sepanjang pantai barat laut Afrika, Maroko. Istana Bahia yang megah di Marakesh ini dibangun dalam dua tahap pada pertengahan hingga akhir 1800.

Daya tarik utamanya adalah Grand Courtyard, juga disebut Courtyard of Honor, yang terletak di bagian belakang istana. Area terbuka dikelilingi oleh pilar marmer dan di sinilah pengunjung pernah diterima untuk menyampaikan keluhan mereka kepada wazir agung, Si Musa, yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan Sultan Mohammed Abdal Rahman.

Pembangunan istana dimulai pada 1859 selama kekuasaan Si Musa, seorang mantan budak yang naik pangkat menjadi wazir agung. Antara tahun 1894 dan 1900, putra dan penggantinya, Ba Ahmed ibn Musa, wazir agung Sultan Moulay Abdelaziz, menyelesaikan pembangunan dan memberikan nama Bahia, yang berarti yang terindah.

Istana Bahia juga menjadi tempat tinggal Ba Ahmed bersama empat istri dan 24 selirnya yang terletak di sekitar Grand Courtyard.

Istana ini terletak di antara kawasan Medina di Marrakesh, situs Warisan Dunia Unesco sejak 1995, dan distrik Mellah (dikenal sebagai kawasan Yahudi di kota itu), dan tersebar di delapan hektar, dengan sekitar 150 kamar. Didekorasi dengan ubin marmer Carrara (dari tambang di Tuscany utara, Italia) dan kayu cedar, bangunan ini juga menampilkan keahlian tradisional Maroko seperti zellij, gaya mosaik ubin, plesteran pahatan, marquetry (sejenis kayu bertatahkan) dan mashrabiya, gaya kayu yang digunakan pada balkon tertutup dekoratif.

Ba Ahmed menyewa arsitek kelahiran Marakesh, Muhammad ibn Makki al-Misfiwi, untuk merancang dan membangun perluasan istana. Pernah bekerja di Andalusia, Misfiwi berjasa mencari bahan bangunan dari luar negeri, termasuk kaca dari Irak untuk membuat dekorasi istana.

Ubin dari Tetouan di Maroko utara dan ukiran serta cat cedar dari pegunungan Atlas Tengah menghiasi langit-langit istana. Produk alami seperti kunyit, delima, henna, dan telur digunakan untuk mendapatkan warna yang beragam.

Objek wisata populer ini juga terkenal dengan riad atau taman halaman tradisional yang terkenal dengan mozaik zellij dan tileworknya. Salah satu bagian terbaru dari istana, Petit Riad, memiliki taman dengan pohon jeruk dan pohon buah-buahan lainnya dan dikelilingi oleh beberapa tempat tinggal tradisional Maroko dengan halaman dalam, taman dan air mancur.

Listrik belum dipasang di istana sampai tiba di bawah Protektorat Prancis di Maroko. Pada 1912, kamar-kamar di sekitar Petit Riad diubah menjadi kediaman pribadi Hubert Lyautey, Residen Jenderal Prancis pertama di Maroko, yang petugasnya menempati salah satu halaman istana lainnya.

Terdaftar sebagai situs warisan nasional pada 1924, istana ini digunakan untuk pembuatan film adegan terakhir film petualangan Prancis-Italia pada 1964,  Greed in the Sun, yang disutradarai oleh Henri Verneuil. Syuting di Grand Courtyard, film ini mempertemukan dua bintang bioskop Prancis terbesar saat itu, Lino Ventura dan Jean-Paul Belmondo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement