Kamis 22 Apr 2021 15:27 WIB

Pesan Tegas Satgas: Urungkan Niat Mudik

Pemerintah perluas larangan mudik sebagai respons masyarakat mudik lebih awal.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ratna Puspita
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito
Foto: Satgas Covid-19
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperluas aturan peniadaan mudik Lebaran 2021. Jika sebelumnya pemerintah hanya melarang perjalanan jarak jauh pada 6-17 Mei 2021 maka dalam aturan terbaru ini ditambah pengetatan syarat perjalanan sejak H-14 dan H+7 periode peniadaan mudik, yakni 22 April-5 Mei dan 18-24 Mei 2021. 

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, perluasan larangan mudik ini diatur dalam addendum Surat Edaran (SE) Satgas nomor 13 tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 2021 dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Ramadhan. Menurutnya, keputusan untuk memperketat perjalanan ini dilatari hasil survei Balitbang Kementerian Perhubungan yang menemukan masih ada kelompok masyarakat yang tetap mudik pada rentang waktu H-7 hingga H+7 periode peniadaan mudik Lebaran 2021. 

Baca Juga

Merespons siasat mudik lebih awal yang dilakukan masyarakat, pemerintah pun menambah jendela waktu pengetatan perjalanan dimulai 22 April ini. "Pemerintah meminta masyarakat mengurungkan niatnya menjalankan kegiatan mudik untuk melindungi diri dan keluarga di kampung halaman agar tidak tertular Covid-19," ujar Wiku dalam keterangan pers, Kamis (22/4). 

Pada periode tambahan larangan mudik, pelaku perjalanan perlu menunjukkan surat tanda negatif, dengan tes PCR atau rapid antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan atau surat tanda negatif dari tes GeNose C19 yang dilakukan di tempat keberangkatan. Selain itu, diberlakukan penambahan kriteria pelaku perjalanan yang dapat mengajukan surat izin pelaku perjalanan, yakni masyarakat yang memiliki kepentingan bepergian non-mudik. 

Nantinya kriteria lebih rinci akan diatur kementerian/lembaga terkait atau pemerintah daerah untuk menjadi rujukan pengawasan arus pergerakan penduduk. Kriteria ini dipastikan tidak akan mempersulit kegiatan masyarakat yang esensial dan mendesak.

"Pemerintah memahami mudik merupakan tradisi yang lekat dengan masyarakat Indonesia. Namun perlu dipahami, mudik di tengah kondisi pandemi sangat membahayakan mereka yang lansia," ujar Wiku.

Perhatian khusus pemerintah terhadap lansia ini bukan tanpa alasan. Kelompok lansia, menurut catatan Satgas Penanganan Covid-19, mendominasi angka kematian akibat Covid-19 dengan persentase 48,3 persen. Artinya, nyaris separuh kematian akibat Covid-19 di Indonesia dialami oleh kelompok lansia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement