Kamis 22 Apr 2021 13:42 WIB

Hukum Investasikan Keuntungan Bitcoin ke Investasi Syariah

Investasi bitcoin semakin banyak digandrungi orang.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Hukum Investasikan Keuntungan Bitcoin ke Investasi Syariah. Foto: sekretaris bidang Perbankan Syariah, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ustadz Muhammad Maksum
Foto: Dok Republika
Hukum Investasikan Keuntungan Bitcoin ke Investasi Syariah. Foto: sekretaris bidang Perbankan Syariah, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ustadz Muhammad Maksum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investasi bitcoin kian hari semakin digandrungi banyak orang. Meski belum ada fatwa khusus dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) namun terdapat sebagian ulama yang berpendapat bitcoin sebagai investasi adalah haram karena terdapat unsur gharar atau penuh dengan spekulasi dan ketidakjelasan. Tapi bagaimana bila seorang pemain bitcoin menginvestasikan keuntungannya ke investasi syariah?  Dalam investasi syariah seberapa pentingkah kejelasan mengenai kehalalan modal atau pendanaan yang akan diinvestasikan?  

Pakar fikih yang juga menjabat sekretaris bidang Perbankan Syariah, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ustadz Muhammad Maksum mengatakan memang sampai saat ini belum ada fatwa khusus tentang bitcoin dari MUI. Namun demikian menurutnya terkait status bitcoin sangat penting. Menurutnya status bitcoin perlu kejelasan apakah sebagai mata uang atau sebagai komoditas.

Baca Juga

Sebab menurutnya ketika bitcoin statusnya sebagai mata uang maka mempunyai ketentuan-ketentuan khusus terkait dengan uang dan investasi dengan uang. Sebaliknya bila status bitcoin sebagai komoditas maka mempunyai ketentuan terkait dengan bagaimana jual beli komoditas. Menurut ustaz Maksum ketidakjelasan itu yang mengakibatkan status bitcoin menjadi tidak jelas.

Ustadz Maksum mengatakan jika status bitcoin sudah jelas sebagai mata uang atau sebagai komoditas dan memenuhi ketentuan-ketentuan di dalam jual beli mata uang atau ketentuan-ketentuan dalam jual beli komoditas maka kegiatannya menjadi halal. Maka pendapatan dari bitcoin pun juga menjadi halal.

Tetapi ketika status bitcoin belum jelas, maka menurut ustadz Maksum perlu dilihat dari aspek-aspek yang berkaitan dengan jual beli secara umum. Di antaranya memastikan apakah ada gharar dan ighra' atau keadaan di mana seseorang tergantung sekali untuk berlebih-lebihan mendapatkan bonus. Menurutnya apabila terdapat hal-hal yang memunculkan suatu tindakan yang merugikan orang lain maka pada dasarnya kegiatan investasi atau pun jual beli tersebut tidak dibenarkan dalam agama Islam.

Lebih lanjut ustaz Maksum menjelaskan dalam konsep Islam terdapat prinsip Tafrikul Halal anil Haram. Menurutnya kaidah ini dapat digunakan dalam memisahkan antara pendapatan-pendapatan yang halal dari pendapatan yang haram. Kaidah tersebut banyak digunakan di pasar modal.

"Dalam konteks bitcoin ini apabila ada unsur-unsur yang dianggap bertentangan dengan agama itu yang dipisahkan, adapun yang tidak bertentangan dengan agama itu bisa diakui sebagai pendapatan yang halal dan dia bisa menjadi modal yang halal," kata ustaz Maksum kepada Republika belum lama ini.

Ustadz Maksum menerangkan pada dasarnya modal dalam konteks uang itu zatnya tidak haram. Karena keharaman ditentukan dari sisi memperolehnya. Sehingga jelas dia uang pada hakikatnya adalah halal terapi menjadi haram apabila cara mendapatkannya tidak sah atau melanggar ketentuan agama.

"Sehingga ketika seseorang itu dia memang sudah memisahkan harta-harta yang tadi itu digunakan untuk modal jenis usaha yang halal maka itu statusnya sudah menjadi halal. Ketika dia memisahkan harta yang dia miliki untuk kegiatan usaha yang halal maka itu bisa kita kategorikan sebagai modal yang halal. Ketika nanti modal yang halal ini digunakan untuk kegiatan yang halal maka pendapatannya halal. (Sebaliknya) meskipun modalnya itu halal namun ketika digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang mengandung yang haram kemudian mendapatkan keuntungan maka tetap saja keuntungannya menjadi haram," jelasnya.

Ustadz Maksum menjelaskan perbankan syariah yang ada saat ini umumnya adalah didirikan oleh induk perbankan konvensional. Ia menerangkan ketika induk bank tersebut sudah memisahkan modal untuk membuka usaha yang syariah maka modal itu adalah modal yang halal.

"Adapun terkait dengan kegiatan-kegiatan yang dianggap melanggar syariah yang dilakukan oleh induk misalnya dalam bentuk riba dan lain sebagainya itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan larangan terkait dengan mendapatkan uang yang haram yaitu cara memperolehnya. Sedangkan ketika dia sudah menjadi  modal yang dipisahkan untuk kegiatan yang syariah maka dia dalam konteks perbankan syariah yaitu unit usaha syariah maka itu menjadi modal yang halal," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement