Kamis 22 Apr 2021 11:33 WIB

WFP: Jutaan Warga Myanmar Terancam Kelaparan

Kudeta militer menyebabkan semakin banyak orang jatuh miskin.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang petugas polisi Myanmar dengan senapan mengamankan daerah itu saat buldoser menyingkirkan barikade pembatas jalan yang didirikan oleh pengunjuk rasa kudeta antimiliter di sebuah jalan di Mandalay, Myanmar, 3 April 2021. Setidaknya 535 orang telah dibunuh oleh militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sementara lebih dari 2.500 orang telah ditahan.
Foto: EPA-EFE/Stringer
Seorang petugas polisi Myanmar dengan senapan mengamankan daerah itu saat buldoser menyingkirkan barikade pembatas jalan yang didirikan oleh pengunjuk rasa kudeta antimiliter di sebuah jalan di Mandalay, Myanmar, 3 April 2021. Setidaknya 535 orang telah dibunuh oleh militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sementara lebih dari 2.500 orang telah ditahan.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kudeta militer memukul keras ketahanan pangan dan memperburuk krisis keuangan di Myanmar. PBB memprediksi dalam beberapa bulan ke depan, ada jutaan orang yang akan terancam kelaparan.

Program Pangan Dunia (WFP) PBB memprediksi tingginya harga makanan, hilangnya pekerjaan pada sektor manufaktur, konstruksi, dan jasa di wilayah perkotaan akan mendorong 3,4 juta warga Myanmar kesulitan membeli makanan dalam tiga hingga enam bulan ke depan.

Baca Juga

"Semakin banyak orang miskin yang kehilangan pekerjaan mereka dan tidak bisa membeli makanan," kata direktur WFP Myanmar Stephen Anderson dalam pernyataannya, Kamis (22/4).

"Saat ini yang dibutuhkan adalah respons cepat untuk mengatasi penderitaan dan mencegah kemerosotan ketahanan pangan yang mengkhawatirkan," katanya menambahkan.

WFP mengatakan, sejak akhir Februari harga beras dan minyak sayur di pasaran naik 5 dan 18 persen. Keluarga-keluarga di kota bisnis Yangon melewatkan waktu makan, makan makanan yang tidak bernutrisi dan terlilit utang.  

Lembaga internasional berencana memperluas operasinya untuk membantu 3,3 juta orang. Anderson mengatakan, mereka membutuhkan 106 juta dolar AS. Juru bicara junta militer belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah sipil yang dipilih rakyat pada 1 Februari lalu. Sejak itu negara Asia Tenggara itu mengalami gejolak dan petugas keamanan menggunakan kekerasan terhadap rakyat yang menentang kudeta. Organisasi aktivis mencatat sudah 700 orang tewas karena kekerasan petugas keamanan.

Krisis ini membuat sistem perbankan macet, banyak kantor cabang bank yang ditutup. Bisnis tidak bisa membayar utang dan konsumen tidak bisa menarik uang tunai.

Banyak orang yang mengandalkan pengiriman bantuan dari sanak saudara di luar negeri. Sebagian besar impor dan ekspor dihentikan dan pabrik-pabrik ditutup.

Bank Dunia memprediksi pada 2021 produk domestik bruto (GDP) Myanmar mengalami kontraksi sebesar 10 persen. Padahal, sebelumnya tren pertumbuhan ekonomi negara Asia Tenggara itu cukup positif.

WFP mengatakan, sebelum kudeta 2,8 juta warga Myanmar dianggap kesulitan mendapatkan makanan. Pandemi virus corona memukul keras perekonomian negara yang baru saja bangkit dari isolasi dan kegagalan pemerintah militer selama puluhan tahun.  

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement