Kamis 22 Apr 2021 06:21 WIB

OJK akan Awasi Proses Restrukturisasi Jiwasraya 

Otoritas juga sedang menggodok rambu-rambu terkait dengan aturan asuransi unit link.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
ilustrasi:asuransi jiwa - Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
ilustrasi:asuransi jiwa - Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawasi proses restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Adapun pengawasan ini dilakukan agar perusahaan asuransi tersebut tidak mengulang kesalahan yang pernah terjadi.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan permasalahan yang menimpa perusahaan asuransi tersebut karena adanya unsur fraud. Jika sudah ada unsur tersebut maka perusahaan akan kolaps dan izinnya akan dicabut.

Baca Juga

"Untuk IFG akan lebih baik karena di bawah BUMN dan tidak akan terulang lagi," ujarnya saat acara media briefing OJK terkait unit-linked secara virtual, Rabu (21/4).

Menurutnya masalah gagal bayar polis yang terjadi di Jiwasraya sudah terjadi sejak lama. Sehingga otoritas akan mengawasi proses restrukturisasi sebagai penyelamatan keberlangsungan perusahaan.

"Kita akan awasi sejak awal, termasuk ada perbaikan mengenai investasi ke depannya. Mudah-mudahan ini tidak terjadi yang sama," ucapnya.

Dari sisi lain, otoritas sedang menggodok rambu-rambu terkait dengan aturan asuransi unit link, yang merupakan produk asuransi campuran dengan investasi. Menurutnya aturan tersebut membutuhkan waktu lama karena ada diskusi yang panjang dengan asosiasi asuransi.

"Mereka keberatan kalau banyak diatur. Kita mau melindungi konsumen juga. Kita lagi cari keseimbangannya, semoga sudah dekati final. Pembahasan sudah di ujung semoga segera bisa dikeluarkan," ucapnya.

Nasrullah menyebut aturan ini salah satunya terkait penempatan investasi dari produk asuransi tersebut. Berdasarkan kajian, ada miss antara pilihan investasi yang dilakukan oleh nasabah dengan kebijakan perusahaan saat mengalokasikan investasi tersebut.

"Mau yang seperti apa, disesuaikan. Nah itu, yang miss disitu. Idealnya berjalan lancar. Orang itu beli saham, yang diberikan ke (saham) spekulatif, sehingga ujung-ujungnya rugi si nasabah. Perusahaan asuransi berdalih anda pilih saham," ucapnya.

Dia berharap, aturan terkait hal ini bisa dikeluarkan setidaknya pada kuartal dua 2021. Dia pun memberikan tips bagi calon nasabah asuransi. 

Menurutnya ada beberapa hal yang harus digarisbawahi. Pertama, minta penjelasan ke penjual, termasuk risiko produk.

"Kalau dia jelasin bagus-bagus saja, kita jangan kalah. Penjual harus fair menjelaskan," katanya.

Kemudian, jangan lupa ditanyakan terkait biaya-biaya apa saja yang bakal ditanggung oleh nasabah sebab dia tak memungkiri, ada nasabah yang mengadu uangnya tergerus padahal sudah 5 tahun menjadi nasabah asuransi.

"Kalau dibanding menabung di bank jauh. Ada biaya premi, ada biaya pengelolaan dan biaya terakhir acquisition cost. Ini penting ditanyakan. Jika beli produk unit link, acquisition cost itu besar. Itu istilahnya seperti uang pangkal kalau di sekolah. Ada juga biaya administrasi. Itu nanti perlu ditanya, kalau tak setuju, bisa tidak dipilih," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement