Rabu 21 Apr 2021 22:18 WIB

Nasib Rohingya di Tengah Konflik Sipil dan Junta Militer

Muslim Rohingya terdampak konflik elite sipil dan junta militer Myanmar

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Muslim Rohingya terdampak konflik elite sipil dan junta militer Myanmar. Pengungsi Rohingya melihat sisa-sisa kebakaran hari Senin di kamp pengungsi Rohingya di Balukhali.
Foto: Arabaci News.com
Muslim Rohingya terdampak konflik elite sipil dan junta militer Myanmar. Pengungsi Rohingya melihat sisa-sisa kebakaran hari Senin di kamp pengungsi Rohingya di Balukhali.

REPUBLIKA.CO.ID, ROHINGYA—Muslim Rohingya telah menjadi korban genosida militer Myanmar, dan diasingkan sebagai warga negara. Jika mengulas kembali peristiwa kudeta militer lada akhir Januari 2015, sebelum pembantaian etnis Rohingya terjadi, terjadi persaingan di antara para jendral dan pemimpin sipil Partai NLD yang diketuai Aung San Suu Kyi, dimana kedua belah pihak tampak nyaman dengan kejahatan yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya.  

“Jika pendukung Suu Kyi benar-benar menginginkan demokrasi, mereka harus menuntut demokrasi sejati bagi semua warga Myanmar, bukan negara supremasi Buddha di mana warganya dipaksa hidup sebagai pengungsi. Inti dari demokrasi yang berfungsi dengan baik bukanlah hukum mayoritas, tetapi perlindungan minoritas,” tulis Ashfaq Zaman, seorang aktivis kemanusiaan dan salah satu pendiri CNI News. 

Baca Juga

Menurutnya, meskipun Suu Kyi jelas dianggap sebagai pilihan yang lebih baik daripada militer, dia tetap menjadi pendukung kebijakan militer dalam beberapa tahun terakhir. Penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991 itu juga mendapat dukungan penuh dari kelompok hak asasi manusia internasional, yang kini bersatu mengecamnya.   

Suu Kyi berulang kali meremehkan situasi Rohingya, pada beberapa kesempatan mengatakan bahwa ada ketakutan di kedua sisi yang menarik kesetaraan palsu antara pasukan tentara dan penduduk desa Rohingya yang tidak bersenjata. Dia juga membantu dalam penyangkalan rezim, mengklaim bahwa 50 persen kota Muslim tetap aman dan tidak ada masalah.  

“Terlepas dari masa lalunya, dimana banyak orang Rohingya sendiri yang menyatakan dukungan untuk Suu Kyi dibanding pemerintahan militer. Mari kita berharap bahwa mereka tidak akan memfasilitasi wajah warga sipil yang bersahabat untuk kebrutalan yang sama,” ujar Ashfaq dalam artikelnya yang dikutip Republika.co.id. 

Dia menganggap bahwa agresi terhadap Rohingya bukan hanya bersumber dari tindakan militer, melainkan juga para biksu. Ketegangan antara populasi Buddha Burma dan Rohingya sendiri telah dimulai sejak Perang Dunia II, dimana Muslim 

Rohingya mendukung penjajah Inggris, sedangkan Buddha...

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement