Rabu 21 Apr 2021 17:45 WIB

Pemkot Surabaya Sodorkan Opsi Baru Retribusi Stadion GBT

Opsi baru diharapkan meringankan penyewa dan tidak menyalahi aturan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Tribun penonton di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Jawa Timur.
Foto: MOCH ASIM/ANTARA
Tribun penonton di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya menyodorkan opsi baru skema tarif retribusi Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Opsi baru ini diharapkan lebih meringankan pihak penyewa, sekaligus tidak menyalahi aturan.

Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Surabaya Afghani Wardhana mengatakan, sejatinya Raperda baru ini justru lebih praktis dan meringankan penyewa. Ia menjelaskan, pada Perda Nomor 2 Tahun 2013, tercantum biaya retribusi GBT untuk pertandingan level nasional sebesar Rp 30 juta.

Baca Juga

Namun, angka itu belum termasuk biaya lain-lain, seperti pemakaian air, generator listrik, penggunaan atrium stadion, hingga penggunaan halaman parkir. Jika ditotal semua, pengeluaran pihak penyewa bisa sebesar Rp 70 juta per pertandingan.

Dalam raperda baru, lanjut Afghani, biaya retribusi pemakaian GBT sebesar Rp 22 juta per jam. Angka tersebut sifatnya all in alias sudah termasuk biaya pemakaian air, listrik, dan sebagainya.

“Jadi, penetapan nominal yang sifatnya all in ini juga mengakomodir masukan pihak penyewa yang ingin tarif retribusi lebih praktis. Sebab tidak ada penambahan biaya lain-lain,” kata dia di Surabaya, Rabu (21/4)

Afghani meminta publik tidak serta-merta menafsirkan bahwa penyewa harus membayar Rp 444 juta per pertandingan. Harga sewa Rp 444 juta itu untuk pemakaian 24 jam. Sementara untuk pertandingan sepak bola liga nasional pada umumnya tidak mungkin selama itu. Rata-ratanya sekitar 3 hingga 4 jam

Menyikapi keberatan pihak penyewa, Dispora bersama Bagian Hukum mencoba menawarkan opsi alternatif baru dalam raperda tersebut. Yakni, mengeluarkan beberapa komponen yang sifatnya belum tentu dipakai oleh pihak penyewa.

Setelah dihitung ulang, retribusi pemakaian GBT untuk pertandingan level nasional turun menjadi Rp 11.580.000 per jam. Namun, jika penyewa memakai listrik untuk lampu stadion, maka dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 2.500.000 per jam, dan pemakaian air sebesar Rp 2.500.000 per pertandingan.

Afghani menggarisbawahi, biaya-biaya tambahan itu ditagihkan hanya ketika digunakan. Sehingga, jika pertandingan berlangsung sore hari, tarif retribusi bisa lebih efisien dan meringankan penyewa.

Afghani menegaskan, tarif retribusi pada raperda baru ditentukan oleh tim appraisal yang bersifat independen. Tim tersebut telah melewati serangkaian tahapan, salah satunya studi banding ke beberapa stadion pembanding. Di antaranya Gelora Bung Karno, Gelora Jakabaring, Stadion Patriot Chandrabaga, dan sebagainya.

Adapun opsi baru yang disodorkan pemkot ditempuh dengan mencoba mengeluarkan komponen-komponen tanpa mengubah rumus perhitungan yang telah ditetapkan oleh tim appraisal. Afghani menegaskan, mengubah perhitungan tim appraisal secara sepihak dapat berpotensi menimbulkan persoalan hukum.

“Semoga dengan adanya opsi baru ini, dapat menjadi solusi bagi semua pihak. Bagi penyewa dan bagi Kota Surabaya,” ujar Afghani.

Sebelumnya, Manajemen Persebaya Surabaya mengeluhkan rencana kenaikan harga sewa Stadion Gelora Bung Tomo yang yang mencapai berlipat-lipat ganda dari tarif sebelumnya. Harga sewa Stadion GBT disebut-sebut bakal mengalami kenaikan menjadi Rp444 juta per harinya. Padahal tarif sebelumnya hanya Rp30 juta per hari. 

Sekretaris Tim Persebaya, Ram Surahman, mengatakan, angka tersebut sangat memberatkan tim yang turut merasakan dampak pandemi Covid-19. Pandemi memaksa sponsor mengurangi atau bahkan mencabut diri, sementara tim tetap harus membayar berbagai kebutuhan, mulai dari gaji dan operasional lainnya.

"Kalau angka itu digedok pasti akan memberatkan karena cost kita lebih banyak," ujar Ram. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement