Rabu 21 Apr 2021 13:12 WIB

DPRD Bogor Pertanyakan Nasib Pekerja RS Lapangan

Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, kontrak minimal pekerja itu satu tahun.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Hiru Muhammad
Petugas kesehatan merapihkan tempat tidur di ruang perawatan pasien COVID-19, Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021). Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Ratio (BOR) di rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Bogor menurun dengan jumlah tempat tidur isolasi yang terisi hanya 30,7 persen, angka ini jauh di bawah ambang batas BOR menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Petugas kesehatan merapihkan tempat tidur di ruang perawatan pasien COVID-19, Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021). Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Ratio (BOR) di rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Bogor menurun dengan jumlah tempat tidur isolasi yang terisi hanya 30,7 persen, angka ini jauh di bawah ambang batas BOR menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR—-Sejak Senin (19/4), operasional Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor sudah resmi diberhentikan. Namun, nasib dari para karyawan yang sempat bekerja di RS Lapangan Kota Bogor menjadi pertanyaan bagi anggota DPRD Kota Bogor.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri mempertanyakan nasib pegawai non tenaga kesehatan (nakes) di RS Lapangan Kota Bogor. Dimana, diketahui beberapa pegawai nakes ditarik ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor. Menurutnya, seharusnya pegawai non-nakes juga mendapatkan fasilitas yang sama.  "Kalau yang nakes ditarik ke RSUD, harusnya yang non-nakes juga difasilitasi. Jangan cuma dibiarkan saja," kata Akhmad, Rabu (21/4).

Lebih lanjut, Akhmad mengatakan, berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, kontrak minimal pekerja itu satu tahun. Sedangkan, pegawai RS Lapangan Kota Bogor baik nakes dan non-nakes hanya dikontrak selama rumah sakit beroperasi, yaitu tiga bulan."PKWT saja satu tahun, ini kok hanya tiga bulan, berarti kan ini penipuan terhadap masyarakat," ujarnya.

Kepala Dinas Ketemagakerjaan (Disnaker) Kota Bogor, Elia Buntang angkat bicara mengenai kontrak kerja yang dilakukan RS Lapangan Kota Bogor. Dia menilai, yang diterapkan rumah sakit darurat itu berdasarkan kondisi darurat. 

Sehingga, lanjutnya, RS Lapangan diperbolehkan untuk melakukan kontrak terhadap pegawainya selama tiga bulan, tergantung kebutuhan lapangan."Kondisi RS Lapangan itu kan berbeda, mereka kan kondisinya darurat. Artinya kan berdasarkan kebutuhan lapangan dan non-formal, jadi mau sebulan atau seminggu bisa saja diberhentikan kontraknya," jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan data yang disampaikan  Kepala RS Lapangan Kota Bogor, Yeti Hariyati, terdapat 246 pegawai yang bekerja di RS Lapangan. Dia memerinci, dari 246 orang tersebut, 119 orang di antaranya berstatus nakes dan 127 orang sisanya merupakan pegawai non-nakes.

Yeti pun membenarkan jika kontrak pegawai di RS Lapangan Kota Bogor hanya selama tiga bulan saja dan tidak diperpanjang. Sedangkan untuk nasib pegawai nakes, ada yang ditarik ke RSUD dan ada yang sudah direkrut ke rumah sakit lain. Namun, dia akan memanggil lagi nakes yang ingin kembali ke RS Lapangan Kota Bogor jika suatu saat rumah sakit darurat ini dibutuhkan kembali."Yang direkrut 128, dari perekrutan itu ada yang relatif mulai di-hire RS lain, ada yang mungkin kalau masih menunggu bisa bekerja lagi di sini," ujarnya.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan, diberhentikannya operasional RS Lapangan Kota Bogor dikarenakan kebutuhan tempat tidur pasien Covid-19 masih mencukupi di Kota Bogor. Tak hanya itu, kontrak dari rumah sakit darurat ini juga diketahui hanya tiga bulan beroperasi sejak Januari hingga April.

"Saat ini juga kita terus berkoordinasi dengan BNPB, nah BNPB yang akan melakukan evaluasi dan asesmen secara administratif, di-review oleh inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disampaikan nanti ke BNPB, nah BNPB akan sama-sama mengkaji. Kalau tidak ada kebutuhan maka tidak akan dilanjutkan, tetapi kita harus mengantisipasi jangan sampai ada gelombang kedua atau lonjakan lagi," kata Bima Arya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement