Selasa 20 Apr 2021 20:48 WIB

Rencana Menteri BUMN Beli Peternakan di Belgia Tuai Dukungan

Kebijakan tersebut diambil demi memenuhi kebutuhan rakyat banyak.

Petugas menurunkan sapi impor dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (15/4/2021). Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian memastikan pasokan komoditas pangan yang dipenuhi lewat impor yaitu daging sapi dan kerbau, bawang putih serta gula dalam kondisi memadai sampai berakhirnya Ramadhan.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Petugas menurunkan sapi impor dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (15/4/2021). Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian memastikan pasokan komoditas pangan yang dipenuhi lewat impor yaitu daging sapi dan kerbau, bawang putih serta gula dalam kondisi memadai sampai berakhirnya Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Menteri BUMN Erick Thohir untuk membeli peternakan sapi di Belgia mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Cara cerdas ini dilakukan Erick untuk menanggulangi ketergantungan impor daging sapi. 

Untuk diketahui, selama ini Indonesia selalu melakukan impor daging sapi karena kebutuhannya mencapai 700 ribu ton setiap tahunnya. Sementara ketersediaan di dalam negeri hanya 400 ribu ton, sehingga, terpaksa mengimpor 300 ribu ton setiap tahun. 

Untuk memenuhi kekurangan ini, jika ingin menambah sapi, maka dibutuhkan hampir dua juta sapi dan ini butuh waktu lama karena harus mempersiapkan lahan peternakan serta semua prosedur peternakannya. 

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio setuju dengan gagas Erick. Menurut Agus, kenyataannya memang impor selalu dilakukan.

"Banyak kendala untuk membangun peternakan sapi potong. Dalam hal pakan ternak misalnya, untuk menghasilkan sapi potong yang diterima oleh industri, pakannya tidak sembarangan, begitu juga usia potong sapi. Petani akan terkendala dalam membesarkan sapi karena harga pakan ternak mahal karena tidak disubsidi oleh APBN," kata Agus, Selasa (20/4).

Agus menambahkan, situasi ini membuat peternak memberi pakan rumput atau pakan lain yang membuat sapi tidak tumbuh sesuai standar industri. Atau lebih buruk lagi, sapi terpaksa dipotong sebelum waktunya. 

Agus mengatakan, ide membeli lahan di luar negeri bukan ide tak lazim. 

"Tahun 2013 Dahlan Iskan (Menteri BUMN kala itu( pernah mengeluarkan ide serupa. Tapi tidak sempat dilaksanakan. Untuk pelaksanaannya perlu kehati-hatian dan perlu dilakukan dengan perhitungan yang matang. Apakah sudah dilakukan due dilligence atas peternakan yang akan dibeli. Juga perlu melibatkan lembaga pengawasan, misalnya BPK dan KPK," kata dia.

Hal senada datang dari mantan pimpinan KPK yang juga aktivis anti korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas. Menurut Erry, sepanjang proses penyusunan kebijakannya dilakukan berdasarkan data yang akurat dan sahih, serta mengikuti prinsip-prinsip tata kelola yang baik, hal itu dapat dilakukan. Apalagi kebijakan tersebut diambil demi memenuhi kebutuhan rakyat banyak.

"Ide pembelian peternakan sapi di luar negeri ini sebetulnya sudah lebih dulu dilakukan negara tetangga Malaysia dan Brunei. Salah satu contoh, pada Mei 2019 SEDC (Sarawak Economic Development Corporation) membeli peternakan besar di Australia dan berhasil menjadi pemimpin pasar pemasok daging di ASEAN, Timur Tengah serta Australia sendiri," kata dia.

Sebelumnya, Erick menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan peternakan besar yang sudah stabil. "Saya melihat ketergantungan kita akan impor sangat tinggi karena kebutuhan yang tidak terpenuhi di dalam negeri. Sementara jika membangun peternakan sendiri butuh waktu lama, maka langkah cepat yang bisa diambil adalah dengan membeli peternakan yang sudah jadi dan besar di luar negeri. Nantinya, Indonesia akan impor daging sapi dari perusahaan BUMN sendiri," kata Erick. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement