Selasa 20 Apr 2021 14:11 WIB

Kartini Melawan Kejumudan Zaman dengan Budaya Ilmu

Kisah Kartini selalu memberikan banyak prespektif.

Lukisan Kartini (tengah)
Foto:

Kartini resah akan tradisi tersebut lalu ia sadar bahwa perempuan harus punya martabat, tidak hanya mengurusi urusan rumah tangga, tidak hanya lahir untuk menikah. Perkenalan Kartini dengan buku-buku membuat pemikirannya semakin berkembang, walaupun Kartini dari kalangan bangsawan tetapi tidak serta merta mendukung struktur yang menindas tersebut. Kartini memilih untuk turun dari menara gading melepas jubah kebangsawanannya dan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan serta kaum miskin. 

Perjuangan jalan ilmu Kartini memang tidak bisa lebih lama lagi, sebab ia meninggal di usia yang masih sangat muda: 25 tahun. Kartini meninggal setelah beberapa hari melahirkan anak pertamanya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat. 

 

Perlawan bukan sekadar melalui jalur peperangan. Satu peluru hanya bisa menembus satu jiwa. Namun Satu pemikiran, bisa menembus ribuan pikiran manusia. Kartini berhasil menembus pikiran wanita-wanita pribumi, menembus hati penjajah belanda. Bahwa wanita bukan sekadar konco wingking, melainkan wanita adalah harapan bangsa.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement