Senin 19 Apr 2021 16:56 WIB

Cecaran HRS kepada Saksi-Saksi Kasus Kerumunan Megamendung

Saksi yang dihadirkan jaksa hari ini adalah Camat Megamendung dan Kasatpol PP Bogor.

Suasana PN Jakarta Timur saat berlangsungnya sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab secara tatap muka dan virtual di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Senin (19/4/2021). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Suasana PN Jakarta Timur saat berlangsungnya sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab secara tatap muka dan virtual di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Senin (19/4/2021). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Antara

Dalam sidang lanjutan kasus kerumunan Megamendung, Bogor, Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) mencecar saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU). HRS mempertanyakan mulai soal izin hingga undangan acara peletakan batu pertama pembangunan Markaz Syariah yang berlangsung pada 13 November 2020 silam.

Baca Juga

HRS tak menampik, memang diperlukan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk mendirikan masjid Pondok Pesantren Markaz Syariah. Namun, karena acara peletakan batu pertama masih bersifat seremonial, HRS menilai tidak perlu izin diajukan.

"Kalau sudah mau dibangun, ada biayanya tentu kami ajukan izin pembangunan," katanya di persidangan, Senin (19/4).

HRS pun mempertanyakan hal itu kepada Camat Megamendung Endi Rismawan, apakah kegiatan peletakan batu pertama harus mendapatkan izin dari camat setempat atau tidak. Terlebih, ketika semua aktivitas yang bersangkutan dengan Markaz Syariah dinilainya bersifat internal.

"Tidak perlu, kalau eksternal perlu izin," ujar Camat menjawab pertanyaan HRS.

Semua kegiatan di Megamendung yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Markaz Syariah, kata HRS adalah kegiatan internal. Apalagi, saat itu, pihak ponpes tengah memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah dengan tidak menerima pengunjung dari luar. Sehingga menurut HRS, kerumunan massa hanya terjadi di sepanjang jalan menuju ponpes dan bukan arahan dari panitia kegiatan peletakan batu.

"Pertanyaan saya, siapa panitia yang menyambut (massa) di Gadog," ujar HRS.

Para saksi, termasuk Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah menjawab tidak ada panitia kegiatan yang menyambut. Sehingga, HRS mengasumsikan bahwa kehadiran massa ke Megamendung merupakan spontanitas, dan bukan arahan panitia.

"Memang pesantren sedang lockdown. Tidak ada boleh yang masuk kecuali warga Markaz Syariah, kyai, santri, para guru, hanya itu saja yang boleh masuk, orang luar tidak boleh masuk," kata HRS.

Tak sampai di sana, HRS juga mempertanyakan kepada siapa laporan yang diperkarakan ini ditujukan. Sebab, menurut pengakuan para saksi, tidak ada panitia yang bisa atau bertanggung jawab, karena memang tidak ada.

"Apakah hanya untuk memenjarakan saya saja? Kenapa tidak ada surat pemberitahuan? Kenapa tidak didenda seperti di Petamburan, kenapa harus pidana? Adakah ada pihak yang tertekan karena itu? " tanya HRS.

Menanggapi pertanyaannya HRS itu, salah satu saksi fakta JPU, Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah mengakui, bahwa pelaporan itu sesuai dengan hasil rapat Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor. Namun demikian, pihaknya mengaku tidak melaporkan HRS secara langsung.

"Bukan lapor HRS, tapi kerumunan massanya," jelas Agus.

In Picture: Jamaah Sambut Kedatangan HRS di Bogor

photo
Ribuan jamaah menyambut kedatangan Imam Besar Habib Rizieq Shihab di jalur Puncak, Simpang Gadog, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/11/2020). Kedatangan Imam Besar Habib Rizieq Shihab ke Pondok Pesantren (Ponpes) Alam Agrokultural Markaz Syariah DPP FPI, Megamendung, Kabupaten Bogor untuk melaksanakan salat Jumat berjamaah sekaligus peletakan batu pertama pembangunan masjid di Ponpes tersebut. - (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA )

 

 

Kepada para saksi, HRS juga mempertanyakan awal mula dan proses terjadinya kerumunan.

"Apakah para saksi tahu kalau Whatsapp undangan menyebar di kalangan masyarakat? Atau hanya dari internal pemerintahan?" tanya HRS pada para saksi.

Mendengar pertanyaan itu, para saksi kompak menjawab tidak mengetahui. Walaupun, salah satu saksi hanya mendengar selintas pesan tersebut juga sempat tersebar di masyarakat.

Tak sampai di sana, HRS juga mempertanyakan awal mula bagaimana pemerintah tahu akan terjadi kerumunan. Termasuk mempertanyakan apakah pemerintah dan satgas tahu ada gonjang ganjing menyoal isu kerumunan di lingkungan masyarakat atau tidak.

"Tidak tahu," jawab para saksi.

Kendati demikian, salah satu saksi, Teguh, menyebut jika yang dilakukan pihaknya di Gadog hanyalah antisipasi. Mengingat, adanya kerumunan yang sangat ramai saat HRS tiba di Jakarta (10/11) silam.

"Masalah ada atau tidak itu antisipasi saja," katanya.

Kendati demikian, menjawab pertanyaan HRS soal kerumunan, Teguh menampik bahwa kerumunan yang terjadi di Gadog adalah karena undangan. Menurut dia dan para saksi lain, kerumunan terjadi karena spontanitas dan keinginan masyarakat untuk menyambut HRS.

Tak sampai di sana, HRS juga mempertanyakan para saksi, apa memang betul ada undangan melalui selebaran dan spanduk. Merespons hal tersebut, para saksi kompak menjawab tidak ada.

"Tidak ada (selebaran) tidak ada undangan. Yang spanduk tulisannya hanya ahlan wa sahlan HRS, bukan undangan," kata para saksi.

Dengan pernyataan tersebut, HRS menyimpulkan jika kerumunan terjadi karena pesan WhatsApp dan media sosial. Hal itu, juga dibenarkan oleh para saksi.

Dengan terjawabnya pertanyaan HRS, Ketua Majelis Hakim mempertanyakan apakah jawaban sudah sesuai atau ada yang perlu disangkal oleh pihak HRS. Menurut HRS, jawaban dari para saksi saat ini sudah sesuai.

"Sebelumnya, pernyataan saksi tidak umum dan tidak jelas, tapi setelah saya tanyakan langsung sudah jelas," ungkap HRS.

Pengacara HRS Sugito Atmo menyebut, ada dua hal yang menjadi perhatian utama di sidang perkara kerumunan Megamendung HRS. Pertama, kata dia, pelapornya tidak menyebut siapa yang jadi terlapor.

"Kedua menyoal lokasi dan tidak adanya yang bisa dijadikan bukti," tuturnya setelah persidangan pemeriksaan saksi JPU, Senin (19/4).

Padahal, saat terdakwa mempertanyakan kepada para saksi menyoal acara Gadog, kerumunan itu kata Sugito merujuk pernyataan saksi, hanya berdasarkan spontanitas.

"Ada hal yang sangat menarik, tidak ada yang dilaporkan, tidak jelas masalah tempat kejadian, dan apa yang dilaporkan," ucap dia.

Dirinya juga mempertanyakan apakah laporan tanpa kajian itu langsung diterima atau tidak. Nyatanya, menurut para saksi, laporan langsung diterima.

"Bagaimana, pelaporan kok sesimpel itu," jelasnya seusai sidang.

Tak sampai di sana, dia juga mempertanyakan saksi yang selalu mengubah pernyataannya. Utamanya, soal Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah yang menyebut jika penanggung jawab dari kerumunan selalu berubah, dari panitia penyelenggara menjadi HRS.

"Jadi siapa yang mengambil keputusan sehingga jadi HRS yang bertanggung jawab," ucapnya.

photo
Habib Rizieq Shihab menyinggung sejumlah tokoh yang dianggap melakukan pelanggaran prokes. - (Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement