Ahad 18 Apr 2021 14:55 WIB

Epidemiolog Dukung BPOM untuk Jaga Independensi

Dukungan BPOM disampaikan terkait polemik mengenai vaksin Nusantara.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
dr Pandu Riono
Foto: Tangkapan layar TVOne.
dr Pandu Riono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menjadi salah satu dari 105 tokoh yang menyampaikan dukungan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dukungan diberikan menyusul tekanan terhadap BPOM terkait polemik mengenai vaksin Nusantara.

"Jadi kita melihat ada gejala yang tidak sehat yang dilakukan oleh beberapa orang, termasuk beberapa orang anggota DPR yang melakukan tekanan-tekanan yang menurut kami semua itu sudah melampaui batas," ujar Pandu saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (18/4).

Baca Juga

Pandu mengatakan, dukungan itu disampaikan untuk menjaga independensi BPOM agar tidak terganggu tekanan dari mana pun. Tentunya bukan hanya soal vaksin Nusantara, melainkan hal lainnya yang berkaitan dengan kinerja BPOM dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Menurutnya, BPOM telah menunjukkan independensi dan fungsi yang benar untuk menjaga keselamatan masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Poin-poin penilaian atas hasil uji klinis fase I vaksin Nusantara dinilai sudah cukup terbuka kepada publik.

"Jadi kita mendorong BPOM untuk tetap tegar dan jangan takut kepada siapa pun untuk menjalankan fungsinya seperti diamanatkan untuk menjaga keselamatan rakyat Indonesia," kata Pandu.

Pandu menjelaskan, BPOM dalam posisi tidak dapat menerima hasil uji klinis fase I vaksin Nusantara. BPOM menganjurkan pengembang vaksin Nusantara untuk melakukan uji praklinis terlebih dahulu dan membuat protokol baru untuk meminta izin baru, karena yang dilakukan sebelumnya itu tidak sesuai dengan standar riset yang baku.

Ia juga mempertanyakan kepentingan DPR khususnya Komisi IX yang menunjukkan keberpihakan terhadap pengembangan vaksin Nusantara. Menurut Pandu, para ahli dan ilmuwan sudah menyatakan vaksin Nusantara tidak memenuhi persyaratan sebagai sebuah vaksin.

"Yang menurut para ahli dan para ilmuwan sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai sebuah vaksin," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengkritik pernyataan Kepala BPOM Penny K Lukito yang tak mengizinkan uji klinis tahap II vaksin Nusantara. Menurutnya, Penny telah membohongi publik dan peneliti dengan pernyataannya tersebut. 

Ia mengacu pada hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro, Terawan, dan sejumlah peneliti pada Rabu (10/3). Hasil kesimpulan rapat tersebut, BPOM diminta untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis tahap II vaksin Nusantara selambat-lambatnya pada 17 Maret 2021.

Inilah yang membuat ia menilai bahwa Penny telah berdusta. "Ketika Bu Penny sebagai Kepala Badan POM menjelaskan kepada publik kan mendramatisasi seolah-olah ini (vaksin Nusantara) berbahaya, dengan 71 persen dia gambarkan itu berisiko dan sebagainya. Kan itu sudah kita bahas di DPR RI dan tidak ada masalah," ujar Melki dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/4). 

Setelah pernyataan BPOM yang tak mengizinkan vaksin Nusantara untuk dilanjutkan ke tahap II uji klinis, Melki mengaku langsung berkomunikasi dengan para peneliti. Ia menyebut para peneliti nelangsa atau sedih. 

"Mereka (peneliti) bilang gini, 'kok bisa ya Kepala Badan POM itu menipu publik ya, data yang kami berikan A dibilang menjadi B', gitu loh dan membuat publik menjadi khawatir dengan vaksin Nusantara, ini bisa masuk kategori pembohongan publik," ujar Melki. 

Menurutnya, DPR bukanlah pihak yang membuat kekisruhan perihal vaksin Nusantara. Apalagi saat ini, mulai timbul isu-isu miring terkait dukungan lembaga legislatif  kepada vaksin berbasis sel dendritik itu yang membuat nama DPR tercoreng.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement