Jumat 16 Apr 2021 18:29 WIB

Pengamat: Kudeta Partai Politik Menjemput Hukum Rimba

Para elite itu mengajari masyarakat yang tidak benar dengan adanya kudeta.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY didampingi para kader menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait ditolaknya hasil KLB Deli Serdang oleh Kementerian Hukum dan HAM, di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY didampingi para kader menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait ditolaknya hasil KLB Deli Serdang oleh Kementerian Hukum dan HAM, di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan kudeta partai politik merupakan tradisi dan budaya busuk yang ada di dalam demokrasi. Tradisi ini harusnya diakhiri bukan dilestarikan dan diumbar terus menerus di Indonesia.

"Adanya dinamika itu biasa dalam politik. Bukan yang aneh. Namun, kalau dinamikanya kudeta itu tidak sehat. Jika kudeta di partai itu terjadi, maka akan terjadi hukum rimba. Sebab, siapapun ketua partainya, bisa dikudeta kapanpun," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (16/4).

Menurutnya, para elite pun harusnya tidak mengajarkan hal tersebut kepada masyarakat. Dengan begini, masyarakat menilai bisa melakukan apapun asalkan memiliki kekuasaan.

"Para elite itu mengajari masyarakat yang tidak benar dengan adanya kudeta. Mereka memberikan contoh kepada masyarakat kalau apapun bisa diselesaikan dengan segala macam cara. Seperti menghalalkan orang untuk merampok rumah orang lain," kata dia.

Sebelumnya diketahui,Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo tak terlibat dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan partainya. Namun berdasarkan kesaksian para kader, ada keterlibatan aktif dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam gerakan tersebut.

"Termasuk pelibatan aktif dan langsung dari Kepala Staf Presiden Moeldoko, nyata sekali," ujar SBY lewat keterangan video yang dirilisnya, Rabu (24/2).

SBY pun menyayangkan pernyataan Menteri Kesekretariatan Negara (Mensesneg) Pratikno, yang mengaku tak akan membalas surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dengan alasan, masalah tersebut adalah persoalan internal partai.

Sebelumnya, Pemerintah akhirnya mengambil sikap atas kisruh politik di Partai Demokrat. Pada Rabu (31 Maret), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memutuskan untuk menolak hasil kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum dan Jhoni Allen Marbun sebagai sekretaris jenderal. 

KLB juga menunjuk mantan ketua DPR RI Marzuki Alie sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat periode 2021-2025.

Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, penolakan ini dilakukan menyusul tidak terpenuhinya syarat administratif untuk diselenggarakannya KLB oleh kubu Moeldoko.

"Pemerintah menyatakan permohonan pengesahan hasil KLB di Deli Serdang 5 Maret 2021 ditolak," kata Yasonna dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (31/3).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement