Jumat 16 Apr 2021 16:52 WIB

Persilakan Mudik Sebelum 6 Mei, Kakorlantas Kini Meralat

Kakorlantas Polri Irjen Istiono kini tidak merekomendasikan mudik sebelum 6 Mei.

Korlantas Polri Irjen Polisi Istiono.
Foto: Dok Polri
Korlantas Polri Irjen Polisi Istiono.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Arie Lukihardianti, Febrian Fachri

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Polisi Istiono meralat pernyataannya sendiri yang mempersilakan masyarakat mudik sebelum tanggal 6 Mei 2021. Kini, pihaknya justru tidak merekomendasikan hal itu karena adanya aturan karantina yang diberlakukan di setiap daerah.

Baca Juga

"Pada hakikatnya sebelum tanggal 6 Mei tidak direkomendasikan untuk mudik mendahului," kata Istiono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/4).

Menurut Istiono, sesuai Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah/2021 dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan mengatur soal fungsi penanganan yang mewajibkan pendatang melaksanakan karantina selama 5x24 jam. Kecuali untuk tujuan bekerja, perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka keluarga meninggal dunia, dan ibu hamil yang didampingi dua anggota keluarga untuk kepentingan bersalin.

"Jadi, tidak direkomendasikan karena wilayah tujuan mudik menyiapkan karantina selama 5 hari sesuai SE Nomor13 Tahun 2021 dari Satgas Covid-19," kata Istiono.

Sebelumnya, saat saat meninjau skema penyekatan mudik Lebaran 2021 di Gerbang Tol Palimanan, Rabu (16/4), Istiono mempersilakan masyarakat yang ingin mudik sebelum 6 Mei. Istiono bahkan memastikan akan memperlancar arus lalu lintas. "Kalau ada yang mudik awal ya silakan saja, kita perlancar," kata Istiono.

Menurutnya, sebelum 6 Mei 2021, pemerintah juga tidak melarang warga untuk bepergian ke mana pun, asalkan tetap menaati protokol kesehatan Covid-19. Untuk itu, dipastikan kalau ada yang memaksa mudik lebih awal, pihaknya tidak akan melakukan penyekatan dan menyuruh memutar balik ke daerah asal.

Namun, Istiono menambahkan, ketika telah memasuki tanggal 6 sampai 17 Mei, jalur utama mudik yang berada di Pulau Jawa, Sumatra, maupun Bali akan dijaga ketat oleh petugas.

"Setelah tanggal 6 Mei, mudik tidak boleh dan kita sekat," kata  Istiono.

Pakar epidemiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, mendukung pemerintah menegakkan aturan larangan mudik Lebaran 2021 guna mencegah penularan Covid-19. Riris dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat, berharap tempat yang menimbulkan kerumunan, seperti tempat wisata, juga ditutup untuk mencegah penularan Covid-19.

"Peraturan harus konsisten dan ditegakkan secara konsisten," katanya.

Riris berharap masyarakat sadar bahwa mudik bisa menjadi momentum penyebaran virus. Menurut dia, salah cara meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak mudik, yakni dengan penegakan aturan. Secara teoretis, kombinasi penindakan tegas dan kesadaran akan bahaya Covid-19 bisa mencegah masyarakat melakukan mudik.

"Tokoh publik dan influencer juga bisa memberikan pemahaman yang sama," kata Riris.

Kesadaran masyarakat bahwa kasus Covid-19 masih tinggi saja, kata dia belum cukup. Menurut Riris, masyarakat juga harus mematuhi larangan pemerintah karena orang yang sadar belum tentu mematuhi aturan. "Antara sadar dan kemudian tidak melakukan, kan suatu yang berbeda. Kita sadar, rokok berbahaya, tetapi kalau perokok ya tetap merokok," kata Riris.

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengakui melarang masyarakat mudik Lebaran cukup sulit. Masyarakat tahu pemerintah melarang, tetapi ada saja yang mencari cara agar tetap bisa mudik. Kondisi sekarang, masyarakat semakin tidak peduli dengan kasus Covid-19.

"Jadi, masyarakat sekarang sudah abai," ucap Pandu.

photo
Larangan mudik Lebaran 2021 - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement