Jumat 16 Apr 2021 16:47 WIB

Teten: Jumlah UMKM Naik Kelas Sangat Kecil

Sektor formal harus diperkuat sehingga kesempatan bekerja di sektor tersebut naik

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Hiru Muhammad
Perajin menyelesaikan kerajinan cenderamata miniatur kereta uap dari tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) di rumah produksi Syarina Handicraft, Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/4/2021). Perajin eceng gondok setempat yang setahun lalu sempat berhenti berproduksi tersebut kembali bangkit dalam dua bulan terakhir pasca kebijakan pemda setempat yang memesan berbagai macam cendera mata miniatur ikon pariwisata Kabupaten Semarang guna membangkitkan sektor UMKM di tengah pandemi COVID-19.
Foto: Antara/Aji Styawan
Perajin menyelesaikan kerajinan cenderamata miniatur kereta uap dari tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) di rumah produksi Syarina Handicraft, Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/4/2021). Perajin eceng gondok setempat yang setahun lalu sempat berhenti berproduksi tersebut kembali bangkit dalam dua bulan terakhir pasca kebijakan pemda setempat yang memesan berbagai macam cendera mata miniatur ikon pariwisata Kabupaten Semarang guna membangkitkan sektor UMKM di tengah pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang naik kelas masih sangat kecil. Sebab itu, pemerintah tengah berusaha memperbaiki kebijakan dan ekosistem UMKM agar terus tumbuh.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki tak menampik saat ini jumlah usaha mikro semakin banyak. Kondisi tersebut justru tidak sehat di dalam struktur ekonomi Indonesia. "Kita harus memperbanyak sektor kecil ke menengah dan besar," ucap Teten di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jumat (16/4).

Sektor formal juga harus diperkuat sehingga kesempatan bekerja di sektor tersebut semakin besar. Dengan demikian, jumlah usaha mikro dapat berkurang. Sebab, usaha mikro yang diteruskan justru lebih banyak tidak produktif. 

Jika dihitung jam kerja dan pendapatan, pelaku usaha mikro rata-rata penghasilannya di bawah UMR. Namun karena alasan tidak mempunyai pekerjaan dan sektor formal tidak cukup menyediakan lapangan kerja, maka mereka membuat usaha mikro yang sebenarnya tidak melalui rencana bisnis yang cukup matang. "Akibatnya apa? Untuk bisa menghidupi keluarga saja itu pun sudah luar biasa," jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka memperkecil usaha mikro dengan memperbesar sektor formal perlu dilakukan. Untuk dapat melakukan hal ini, pemerintah harus melakukan perubahan. Salah satunya dari sisi pembiayaan.

Teten mengaku kementriannya bersamaan Kemenko Perekonomian sedang mendesain ulang pembiayaan bagi UMKM. Langkah ini bertujuan agar UMKM bisa mempunyai kesempatan naik kelas. 

Yang pertama, pemerintah akan memperbaiki porsi kredit untuk UMKM. Saat ini porsi kredit perbankan untuk UMKM di Indonesia baru 20 persen.  Presentase ini termasuk terendah di Asia.

Singapura misalnya, porsi untuk kredit UMKM sudah 39 persen. Bahkan, Malaysia dan Thailand sudah di atas 50 persen. "Korea Selatan malah 82 persen porsi kredit perbankan sudah untuk UMKM. Jadi ini kita sedang evaluasi," kata dia.

Selanjutnya, perbaikan pada KUR yang saat ini pembiayaan untuk UMKM sekitar Rp 50 sampai Rp 500 juta. Presiden RI telah meminta agar besaran tersebut dinaikkan menjadi Rp 20 miliar dengan bunga yang kompetitif. Hal ini diharapkan usaha mikro dan kecil bisa berkempatan untuk memperbesar kapasitas usaha.

Dari sisi demand, pemerintah juga sedang menyediakan 40 persen belanja kementerian dan lembaga untuk membeli produk koperasi dan UMKM. "Karena itu, kalau ada UMKM yang punya potensi vendor pemerintah, ini didampingi. Kita dampingi, pembiayaan kita fasilitasi," katanya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement