Kamis 15 Apr 2021 19:15 WIB

Pengamat: Pemotongan Gaji untuk Zakat Harus Hati-Hati

Pemotongan gaji untuk zakat merupakan kebijakan sensitif dan perlu dipertimbangkan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Zakat
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemotongan gaji untuk zakat pada Aparatur Sipil Negara (ASN)/Pegawai Negeri Sipil (PNS) perlu dilakukan dengan hati-hati dan pasti. Pengamat Ekonomi Syariah Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono menyoroti pemotongan zakat ASN dari gaji secara otomatis atau payroll system adalah kebijakan yang sensitif dan perlu dipertimbangkan dengan matang.

"Dari pengalaman beberapa daerah yang pernah melaksanakan, kebijakan ini cenderung kontroversial ketika ia bersifat wajib (untuk semua ASN)," katanya pada Republika, Kamis (15/4).

Yusuf mengatakan pemotongan harus tepat sasaran pada PNS/ASN yang memang wajib zakat. Tidak semua PNS termasuk golongan wajib zakat, bahkan ada yang seharusnya berstatus penerima zakat, seperti misalnya sejumlah kategori guru.

Kemudian, diantara PNS juga banyak yang sudah melaksanakan zakat dan menyalurkan ke lembaga yang mereka percaya. Dengan pemotongan wajib, maka ASN/PNS ada potensi membayar zakat dua kali jika pemerintah mewajibkan harus membayar ke institusi zakat pemerintah yaitu BAZNAS.

"Menurut saya mewajibkan zakat kepada ASN selain tidak bijak, juga bermasalah secara regulasi, karena butuh amandemen Undang Undang Zakat yang telah menetapkan zakat di Indonesia bersifat sukarela," katanya.

Bahkan butuh amandemen konstitusi karena kebebasan menjalankan ibadah, termasuk zakat, dilindungi konstitusi. Alih-alih mewajibkan zakat, Yusuf menilai lebih baik pemerintah berfokus pada perbaikan Tata Kelola Zakat nasional untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada lembaga pengelola zakat, baik  LAZ maupun BAZNAS.

Jika kepercayaan publik sudah terbangun, maka penghimpunan zakat akan meningkat dengan sendirinya tanpa perlu ada pemaksaan oleh negara. Pengamat Ekonomi Syariah IPB University, Irfan Syauqi Beik menilai upaya pengoptimalan zakat setidaknya butuh tiga hal, yakni kepastian, edukasi masif, dan penguatan program.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu ragu untuk mewajibkan kepada ASN yang memang sudah wajib zakat. Namanya zakat, maka harus dilakukan oleh mereka yang sudah termasuk golongan wajib zakat.

"Jangan ragu untuk mewajibkan, jangan ragu memotong, ini penting karena kalau ragu atau diambangkan itu tidak akan optimal, terutama negara tidak boleh ragu untuk melakukannya," katanya.

Edukasi masif juga harus dilakukan terus menerus. Ia menilai BAZNAS, Kementerian Agama, perlu ditugaskan untuk sosialisasi dan edukasi berkelanjutan agar semua memahami dan mengerti pola serta dinamika zakat.

Selain itu, perlu juga penguatan sisi program. Lembaga zakat harus membuktikan bahwa segala macam penyaluran zakat dari masyarakat sudah punya dampak, khususnya di sisi pengentasan kemiskinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement