Kamis 15 Apr 2021 19:19 WIB

UEA Tengahi Konflik India dan Pakistan

UEA memainkan peran dalam menurunkan eskalasi di Kashmir

Pendukung organisasi Forum Kashmir Dunia memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang kekerasan di India yang dikelola Kashmir, di Karachi, Pakistan, 07 Juli 2020. India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga perang, dua di antaranya atas wilayah Kashmir yang disengketakan, dan beberapa konflik kecil sejak kemerdekaan mereka dari pemerintahan Inggris pada tahun 1947.
Foto: EPA-EFE/REHAN KHAN
Pendukung organisasi Forum Kashmir Dunia memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang kekerasan di India yang dikelola Kashmir, di Karachi, Pakistan, 07 Juli 2020. India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga perang, dua di antaranya atas wilayah Kashmir yang disengketakan, dan beberapa konflik kecil sejak kemerdekaan mereka dari pemerintahan Inggris pada tahun 1947.

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Uni Emirat Arab (UAE) mengonfirmasi perannya untuk menjadi penengah dalam konflik antara India dan Pakistan.

Duta Besar UAE untuk Amerika Serikat Yousef Al Otaiba mengatakan, UAE memainkan peran dalam menurunkan eskalasi di Kashmir dan menciptakan gencatan senjata, yang diharapkan pada akhirnya akan mengembalikan para diplomat dan memulihkan hubungan ke tingkat yang sehat.

Baca Juga

"Mereka mungkin tidak menjadi sahabat, tetapi setidaknya kami ingin membawanya ke tingkat yang berfungsi, di mana mereka berbicara satu sama lain," kata Otaiba.

Hubungan antara India dan Pakistan telah dibekukan sejak pemboman bunuh diri terhadap konvoi militer India di Kashmir pada 2019, yang dituding dilakukan oleh militan yang berbasis di Pakistan. Peristiwa itu telah memicu India mengirim pesawat tempur ke Pakistan.

Belakangan tahun itu, perdana menteri India mencabut otonomi Kashmir yang diperintah India untuk memperketat cengkeramannya atas wilayah itu, memprovokasi kemarahan di Pakistan dan penurunan hubungan diplomatik dan penangguhan perdagangan bilateral.

 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement