Rabu 14 Apr 2021 21:32 WIB

Cendana Digugat Sebelum Perpres Pengambilalihan TMII Terbit

Anak-anak almarhum Soeharto digugat perusahaan Singapura terkait pengelolaan TMII.

Sejumlah pengunjung saat berwisata di Teater Keong Emas TMII, Jakarta, Kamis (8/4). Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pengunjung saat berwisata di Teater Keong Emas TMII, Jakarta, Kamis (8/4). Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra

Yayasan Harapan Kita dan keluarga presiden kedua RI H.M. Soeharto digugat secara perdata oleh perusahaan Mitora Pte. Ltd atas konflik pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Perusahaan itu meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyita Museum Purna Bhakti Pertiwi yang berada di dalam TMII dan menggugat anak-anak Soeharto senilai Rp 584 miliar.

Baca Juga

Dalam gugatan perdata itu, Mitora menyertakan lima pihak tergugat yang merupakan anggota keluarga Soeharto. Mereka adalah Tutut Soeharto, Bambang Trihatmodjo, Titiek Soeharto, Sigit Harjojudanto, dan Mamiek Soeharto serta Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, lembaga yang didirikan keluarga Cendana pada masa Orde Baru yang juga turut digugat.

Pada Rabu (14/4), Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan yang diajukan. Alasannya, pihak tergugat tidak hadir atau mangkir di persidangan.

"Iya (ditunda) sampai 4 Mei 2021 karena pihaknya belum lengkap," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haruno di Jakarta, Rabu.

Perkara yang teregister dengan nomor: 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL tersebut sudah dua kali digelar proses persidangannya pada hari Senin (5/4) dan Selasa (13/4). Berdasarkan informasi para tergugat belum pernah menghadiri sidang.

"Sepertinya iya, dua kali para tergugat tidak hadir sidang," ujar Haruno.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perkara ini diajukan oleh kuasa hukum Mitora, yakni Muhammad Taufan Eprom Hasibuan pada Senin, 8 Maret 2021. Adapun, petitum gugatannya adalah menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan pada sebidang tanah dan bangunan beserta isinya.

Sebidang tanah kurang lebih 20 hektare dan bangunan yang berdiri di atasnya beserta seluruh isinya yang ada dan melekat serta menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yakni Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu di Jalan Taman Mini No. 1 Jakarta Timur. Selain itu, sebidang tanah berikut bangunan yang berdiri di atasnya beserta dengan seluruh isinya yang ada dan melekat serta menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan terletak di Jalan Yusuf Adiwinata No 14 Menteng, Jakarta Pusat.

Selanjutnya, menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kewajiban Rp 84 miliar serta kerugian imateriel sebesar Rp500 miliar, dan menghukum para turut tergugat untuk melaksanakan putusan.

Pada 31 Maret 2021, atau setelah keluarga Cendana digugat oleh Mitora, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan pengambilalihan pengelolaan TMII melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan, langkah pengambilalihan pengelolaan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meminta Kementerian Sekretariat Negara selaku pemegang aset TMII melakukan perbaikan manajemen.

"Jadi atas pertimbangan tersebut, presiden telah menerbitkan Perpres 19 tahun 2021, tentang TMII. Yang intinya penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensesneg dan ini berarti berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita," kata Pratikno dalam keterangan pers di kantornya, Rabu (7/4).

Pemerintah, ujar Pratikno, akan melakukan penataan kawasan TMII sebagaimana yang sempat dilakukan terhadap aset negara lainnya yakni kompleks Gelora Bung Karno (GBK) dan kawasan Kemayoran. Namun karena TMII berganti pengelola, maka pemerintah memutuskan menunjuk tim transisi yang akan bekerja di periode perpindahan dari pengelola lama ke mitra pengelola baru nantinya.

Pemerintah, imbuh Pratikno, memastikan bahwa pemanfaatan TMII tidak berubah. TMII tetap berfungsi sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya Nusantara, seperti yang perannya selama ini. TMII, ujar Mensesneg, tetap menjadi sarana edukasi bermatra budaya. Hanya saja, pengelolaannya perlu dioptimalkan.

"Bisa menjadi cultural theme park berstandar internasional yang diharapkan bisa menjadi jendela Indonesia di mata internasional," kata Pratikno.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan bahwa tim transisi pengambilalihan TMII akan mengkaji gugatan perusahaan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd., terhadap Yayasan Harapan Kita.

"Mungkin ada itu, nanti akan dilihat, ya. Tapi dari Perpres yang ada tidak ada pertimbangan itu," kata Moeldoko.

Pemerintah, kata Moeldoko, juga telah menyiapkan BUMN Pariwisata untuk mengelola TMII. Beberapa rencana pun telah dipersiapkan. Mulai dari peningkatan fungsi anjungan-anjungan daerah yang akan dijadikan tempat berkumpulnya inovator sosial, budaya dan teknologi. Hingga membuka ruang bersama bagi para penggemar teknologi untuk membawa Indonesia menuju Industri 4.0.

TMII, ujarnya, harus bisa meningkatkan kontribusi terhadap negara. Seperti diketahui, pengelolaan TMII selama ini justru menimbulkan kerugian sehingga nihil terhadap kontribusi keuangan terhadap negara.

"TMII bisa dikembangkan jadi sebuah kekuatan dalam berikan kontribusi yang lebih ke negara," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement