Rabu 14 Apr 2021 14:26 WIB

BI Dorong Batik Sebagai Daya Ungkit Ekonomi Daerah

Batik harus mampu mengikuti zaman, termasuk dari sisi pewarnaan dan modelnya.

Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Surakarta mendorong perkembangan batik sebagai daya ungkit ekonomi daerah yang saat ini mulai bangkit pascapandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/Siswowidodo
Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Surakarta mendorong perkembangan batik sebagai daya ungkit ekonomi daerah yang saat ini mulai bangkit pascapandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Surakarta mendorong perkembangan batik sebagai daya ungkit ekonomi daerah yang saat ini mulai bangkit pascapandemi Covid-19. Selama ini sektor fashion termasuk di dalamnya batik, menempati posisi kedua setelah kuliner dalam kontribusi terhadap perekonomian.

"Bank Indonesia concern terhadap warisan budaya, apalagi peran batik sendiri terhadap ekonomi cukup besar, termasuk dalam ekonomi kreatif," kata Kepala Perwakilan BI Surakarta Nugroho Joko Prastowo di sela pelatihan produksi batik yang diselenggarakan di Kampung Batik Kauman Solo, Rabu (14/4).

Fashion memang memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian. Pihaknya mencatat sektor kuliner memberikan kontribusi sebesar 41 persen, fashion 17 persen, dan kriya 15 persen.

"Sedangkan jumlah pekerja untuk sektor ini di atas 200.000 orang, sehingga diharapkan bisa jadi pengungkit pemulihan ekonomi. Sekarang produksinya, ke depan lebih ke pemasaran, termasuk yang kami selenggarakan pada KKI (Karya Kreatif Indonesia)," katanya.

Ia berharap melalui pelatihan tersebut para pembatik tidak merasa bersaing tetapi bisa membentuk komunitas untuk saling mendukung. "Jadi bukan saingan tetapi sama-sama berkembang. Kami ingin membentuk komunitas yang saling mendukung, ini kita mulai. Apalagi batik ini kan memang komoditas unik, merupakan salah satu warisan budaya sehingga jangan sampai punah," katanya.

Karena itu, perkembangan batik harus diperhatikan, termasuk oleh BI, yang memiliki mitra binaan pembatik. "Sebagai komoditas, batik ini harus mengikuti perkembangan. Kalau tidak nanti tidak laku, tidak bisa dijual dan akhirnya pembatik mati. Yang pasti pembatik harus mengikuti jaman termasuk dari sisi pewarnaan, modelnya yang disukai milenial karena batik sendiri sudah masuk ke fashion," katanya.

Ia mengatakan pada pelatihan tahap awal bertema produksi tersebut diharapkan bisa mendorong pembatik menjalankan proses batik dengan berwawasan lingkungan. Misalnya, pengolahan limbahnya seperti apa kalau pakai bahan buatan. 

"Sebetulnya kalau pakai bahan organik akan makin ramah tapi biasanya jadi lebih mahal," katanya.

Pelatihan tersebut merupakan rangkaian besar pada acara Berkembang dan Berinovasi Menjadi UMKM Keren (Kenduren UMKM) 2021 yang merupakan lanjutan dari acara yang sama tahun lalu. Pelatihan tersebut diikuti oleh sebanyak 24 pembatik yang berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Salah satu peserta dari UKM Giriarum, Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Nyoto Mulyono mengatakan pelatihan tersebut penting karena pembatik harus menyesuaikan permintaan pasar. "Kebetulan materi ini kekinian jadi bisa menyesuaikan batik sekarang, di antaranya pewarnaan hingga desain batik yang sifatnya kontemporer. Padahal materi ini sangat dibutuhkan, kalau sekarang ini kan masih batik pakem, tradisional," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement