Rabu 14 Apr 2021 12:25 WIB

Tanpa Subsidi Ongkir, E-Commerce Mampu Lakukan Promosi

Pemberian subsidi ongkos kirim dapat mendorong konsumsi rumah tangga.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Petugas jasa pengiriman menyortir barang yang akan dikirimkan ke pelanggan (ilustrasi). Pemerintah akan memberikan subsidi ongkos kirim untuk memontum hari belanja online nasional atau harbolnas yang akan digelar serentak pada H-10 atau H-5 Idul Fitri 1422 Hijriyah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong penjualan daring untuk produk dalam negeri.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Petugas jasa pengiriman menyortir barang yang akan dikirimkan ke pelanggan (ilustrasi). Pemerintah akan memberikan subsidi ongkos kirim untuk memontum hari belanja online nasional atau harbolnas yang akan digelar serentak pada H-10 atau H-5 Idul Fitri 1422 Hijriyah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong penjualan daring untuk produk dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan memberikan subsidi ongkos kirim sebesar Rp 500 miliar saat hari belanja online nasional (Harbolnas) yang diselenggarakan saat Ramadhan. Harbolnas akan berlangsung pada H-10 dan H-5 Lebaran 2021.

Menyikapi kebijakan pemerintah tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy menilai subsidi ongkir menjadi hal yang wajar dilakukan pemerintah. Sebab sepanjang 2020 telah terjadi pola berbelanja dari offline ke online.

Baca Juga

“Saya kira ini menjadi wajar karena dengan adanya pandemi, terjadi perubahan pola berbelanja dari offline ke online. Jadi sebenarnya walaupun tidak ada kebijakan subsidi ongkir ini penjualan dari produk online masih berpotensi untuk tetap tumbuh apalagi beberapa e-commerce gencar dalam melakukan promosi,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/4).

Menurutnya, pemberian subsidi ongkos kirim dapat mendorong konsumsi rumah tangga khususnya kelas menengah bawah. Hal ini juga serupa adanya kebijakan bantuan langsung tunai dan subsidi gaji.

“Terkait produk asing, sebenarnya pemerintah sudah punya kebijakan bea masuk untuk produk online, tinggal bagaimana disesuaikan saja dengan kebutuhan. Misalnya apabila betul, produk online impor masuk dan mengganggu defisit perdagangan maka bisa dipertimbangkan untuk menaikkan bea masuk untuk produk tertentu misalnya,” ungkapnya.

Dari sisi lain, kebijakan larangan mudik, menurutnya dalam konteks mencegah penyebaran kembali kasus Covid-19. Saat ini pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat karena Covid-19 yang dikhawatirkan akan mencegah proses pemulihan ekonomi nantinya.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, stimulus ini dapat mendongkrak konsumsi masyarakat. Hal ini ditambah adanya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mobil dan rumah. 

“Program Bangga Buatan Indonesia dan Bangga Wisata Indonesia yang tengah dicanangkan pemerintah juga akan mendorong konsumsi masyarakat, sehingga kami yakin akan mendorong sisi konsumsi supaya permintaan mulai muncul," ujarnya saat acara Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional - Temu Stakeholders seperti dikutip Senin (12/4).

Menurutnya seluruh stimulus pemerintah didesain dengan sangat hati-hati dan teliti. Meski ingin mendorong ekonomi, pemerintah tak ingin kasus Covid-19 kembali meningkat. "Ini selalu dicari titik tengahnya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement