Selasa 13 Apr 2021 15:30 WIB

Permintaan Buruh Agar THR Diawasi Dibayar tidak Terlambat

Pemerintah diminta aktif melakukan pengawasan pembayaran THR sesuai SE Menaker.

Sejumlah massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4). Pada aksi tersebut mereka menutut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) untuk tahun ini dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4). Pada aksi tersebut mereka menutut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) untuk tahun ini dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Arie Lukihardianti, Ali Mansyur, Febrianto Adi Saputro

Sebelum Ramadhan tiba, pemerintah sudah mewanti-wanti pengusaha agar menunaikan kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Pemerintah bahkan akan menjatuhkan sanksi bagi pengusaha yang terlambat membayarkan THR termasuk gagal memberikan THR.

Baca Juga

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan M/6/HK.04/IV/2021 mewajibkan para pengusaha untuk melakukan pembayaran THR keagamaan tahun 2021 secara penuh atau tanpa dicicil. Ida mengatakan, hal itu mengingat sejak pandemi Covid-19 pemerintah telah memberikan sejumlah bentuk dukungan kepada pengusaha untuk mengatasi dampak Covid-19.

Para buruh di Jabar namum kecewa dengan surat edaran Menaker. Menurut Ketua FSP TSK SPSI, Roy Jinto Ferianto, surat edaran yang dikeluarkan menteri itu sangat bertentangan dengan PERMEN No 16/2016. Yakni, dalam ketentuan Permen tersebut THR wajib dibayarkan pengusaha secara tunai sekaligus paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.

Roy menilai, surat edaran menteri tidak memberikan kepastian hukum dalam pemberian THR. Yakni, dengan adanya ketentuan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk menunda dan mencicil melalui Bipartit dengan buruh.

"Dampaknya pengusaha akan berlomba-lomba untuk menunda atau mencicil pembayaran THR, sikap kita tetap menolak THR dicicil maupun ditunda. Kami meminta dibayarkan secara tunai sekaligus kepada pekerja/buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya," ujar Roy kepada Republika, Selasa (13/4).

Roy mengatakan, kalau pemerintah tak mendengarkan aspirasinya, rencananya pada hari buruh, semua buruh akan turun ke jalan. "Nanti May Day kembali disuarakan turun ke jalan," katanya.

Roy menilai, kondisi tahun 2020 dengan sekarang Tahun 2021 sangat berbeda. Karena, perusahaan sudah beroperasi secara normal. Tapi, pandemi Covid-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.

"Bisa kita lihat dengan pengesahan UU Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh, kemudian tanggal 2 Februari 2021 keluar PP No 34, tentang TKA PP No 35 mengenai PKWT, ALIH DAYA dan PHK, PP No 36 mengenai Pengupahan, PP No 37 mengenai JKP," paparnya.

Selain itu, kata dia, pemerintah mengeluarkan PERMEN 2 tahun 2021 mengenai pengupahan untuk industri padat karya, aturan tersebut memperbolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh di bawah upah minimum. Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh.

Apalagi, kata dia, adanya rencana menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021. Sehingga, lengkap sudah penderitaan kaum buruh.

"Berdasarkan aturan THR harusnya dibayar oleh pengusaha minimal satu bulan upah. Ini dibayarkan sekaligus paling lambat tujuh hari sebelum hari raya kepada buruh," tegasnya.

Oleh karena itu, Roy meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan agar tidak mengeluarkan aturan THR dapat dicicil atau ditunda. Karena, buruh dengan tegas menolak aturan tersebut.

"Kalau pemerintah memaksakan berarti pemerintah memang memaksa buruh untuk turun kembali ke jalan melakukan aksi unjuk rasa penolakan aturan tersebut. Jadi kalau terjadi kerumunan itu karena kesalahan pemerintah," kata Roy.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengapresiasi sikap pemerintah yang menegaskan THR wajib dibayarkan tujuh hari sebelum hari raya dan tidak dicicil. "Isi surat edaran Menaker juga memuat kemudahan bagi perusahaan yang masih terdampak Covid-19. Di mana nilai THR dan sistem pembayarannya harus dirundingkan secara bipartit dengan serikat pekerja dan/atau perwakilan buruh jika di perusahan tidak ada serikat pekerja," tegas Presiden KSPI Said Iqbal, dalam keterangan tertulisnya.

Dalam perundingan itu, lanjut Said Iqbal, perusahaan yang terdampak Covid-19 wajib membuktikan ketidakmampuannya kepada buruh, dengan berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan. Namun demikian, tegas Said Iqbal, ketidakmampuan perusahaan tidak boleh menjadi alasan untuk tidak membayar THR.  

Karena itu, sambung Said Iqbal, KSPI dan buruh Indonesia meminta pemerintah untuk bersikap tegas dalam penegakkan aturan sebagaimana isi surat edaran Menaker. Karena faktanya, banyak perusahaan yang belum melunasi THR tahun 2020.

"Jangan ada lagi perusahaan yang membayar THR dicicil dan tidak lunas hingga akhir Desember tahun berjalan," tegas Said Iqbal.

Selain itu, KSPI juga mendesak Menaker untuk meningkatkan peran posko THR-nya dengan pro aktif melalui Dinas Tenaga Kerja di daerah memeriksa apakah pengusaha sudah membayar THR  2021 atau belum. Sehingga surat edaran Menaker tersebut memiliki dampak law enforcement, tidak hanya rule of the game saja.

"THR akan meningkatkan daya beli dan akhirnya meningkatkan konsumsi. Bahkan diperkirakan akan terjadi ekonomi perburuhan dari uang THR yang berputar, yakni 230 T atau 10 persen dari APBN. Sungguh besar nilainya," tutup Said Iqbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement