Selasa 13 Apr 2021 14:57 WIB

SE Menaker Dinilai Picu Pengusaha Berlomba-lomba Cicil THR

Para buruh di Jawa Barat kecewa dengan SE Menaker soal THR.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Aksi buruh terkait pembayaran THR (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Aksi buruh terkait pembayaran THR (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Para buruh di Jawa Barat (Jabar), kecewa dengan surat edaran (SE) yang dikeluarkan oleh menteri tenaga kerja (Menaker). Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP TSK), Roy Jinto Ferianto mengatakan surat edaran yang dikeluarkan Menteri itu sangat bertentangan dengan PERMEN No 16/2016, yakni, dalam ketentuan Permen tersebut THR wajib dibayarkan pengusaha secara tunai sekaligus paling lambat 7 hari sebelum hari raya.

Namun, menurut Roy, dalam surat edaran menteri tidak memberikan kepastian hukum dalam pemberian THR. Yakni, dengan adanya ketentuan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk menunda dan mencicil melalui Bipartit dengan buruh.

Baca Juga

"Dampaknya pengusaha akan berlomba-lomba untuk menunda atau mencicil pembayaran THR, sikap kita tetap menolak THR dicicil maupun ditunda. Kami meminta dibayarkan secara tunai sekaligus kepada pekerja/buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya," ujar Roy kepada Republika.co.id, Selasa (13/4).

Roy mengatakan, kalau pemerintah tak mendengarkan aspirasinya, rencananya pada hari buruh, semua buruh akan turun ke jalan. "Nanti May Day kembali disuarakan turun kejalan," katanya.

 

Roy menilai, kondisi tahun 2020 dengan sekarang Tahun 2021 sangat berbeda. Karena, perusahaan sudah beroperasi secara normal. Tapi, pandemi Covid 19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.

"Bisa kita lihat dengan pengesahan UU Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh, kemudian tanggal 2 Februari 2021 keluar PP No 34, tentang TKA PP No 35 mengenai PKWT, ALIH DAYA dan PHK, PP No 36 mengenai Pengupahan, PP No 37 mengenai JKP," jelasnya.

Selain itu, kata dia, pemerintah mengeluarkan PERMEN 2 tahun 2021 mengenai Pengupahan untuk industri padat karya dimana aturan tersebut memperbolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh dibawah upah minimum. Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh.

Apalagi, kata dia, adanya rencana menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021. Sehingga, lengkap sudah penderitaan kaum buruh. 

"Berdasarkan aturan THR harusnya dibayar oleh pengusaha minimal satu bulan upah. Ini dibayarkan sekaligus paling lambat 7 hari sebelum hari raya kepada buruh," tegasnya.

Oleh karena itu, Roy meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan agar tidak mengeluarkan aturan THR dapat dicicil atau ditunda. Karena, buruh dengan tegas menolak aturan tersebut.

"Kalau pemerintah memaksakan berarti pemerintah memang memaksa buruh untuk turun kembali kejalan melakukan aksi unjuk rasa penolakan aturan tersebut. Jadi kalau terjadi kerumunan itu karena kesalahan pemerintah! Kata Roy. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement