Ahad 11 Apr 2021 13:26 WIB

Sengketa Masjid-Kuil Terjadi di Uttar Pradesh

Mahkamah Agung India pada Maret lalu setuju untuk meninjau kembali.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Fakhruddin
Aktivis Muslim berjalan selama unjuk rasa menentang RUU Petani di Kolkata, India Timur, 11 Desember 2020. Para petani di seluruh India menuntut pengembalian tiga RUU Agri dari Pemerintah Pusat dan RUU Listrik 2020, yang menyatakan bahwa ini bertentangan dengan kepentingan dari para petani. Ribuan petani berkumpul dan mencoba melintasi titik-titik perbatasan New Delhi yang tertutup rapat untuk mengadakan protes terhadap undang-undang pertanian baru Pemerintah. Para petani telah dihentikan oleh polisi di berbagai titik di luar perbatasan Delhi yang terhubung dengan negara bagian tetangga Haryana dan Uttar Pradesh
Foto: EPA-EFE/PIYAL ADHIKARY
Aktivis Muslim berjalan selama unjuk rasa menentang RUU Petani di Kolkata, India Timur, 11 Desember 2020. Para petani di seluruh India menuntut pengembalian tiga RUU Agri dari Pemerintah Pusat dan RUU Listrik 2020, yang menyatakan bahwa ini bertentangan dengan kepentingan dari para petani. Ribuan petani berkumpul dan mencoba melintasi titik-titik perbatasan New Delhi yang tertutup rapat untuk mengadakan protes terhadap undang-undang pertanian baru Pemerintah. Para petani telah dihentikan oleh polisi di berbagai titik di luar perbatasan Delhi yang terhubung dengan negara bagian tetangga Haryana dan Uttar Pradesh

IHRAM.CO.ID,NEW DELHI -- Pengadilan di negara bagian Uttar Pradesh, India mengeluarkan perintah pemeriksaan terkait sengketa masjid dan kuil yang terletak secara berdampingan. Pengadilan di kota Varanasi pada Kamis (1/4) meminta Survei Arkeologi India (ASI) untuk mencari informasi apakah Masjid Gyanvapi yang diperkirakan berusia puluhan abad dibangun di atas tanah Kuil Kashi Vishwanath.

Keputusan pengadilan mengikuti petisi yang diajukan oleh kelompok Hindu sayap kanan yang mengklaim bahwa, Kaisar Mughal Aurangzeb menghancurkan sebagian kuil untuk membangun masjid pada abad ke-17. Pengadilan memerintahkan komite beranggotakan lima orang, yang terdiri dari dua umat Hindu, dua Muslim dan seorang ahli arkeologi, untuk mengawasi "survei fisik komprehensif". Sidang berikutnya akan digelar pada 31 Mei. 

Varanasi adalah daerah pemilihan parlemen Perdana Menteri Narendra Modi, yang merupakan pemimpin partai nasionalis Hindu, Bharatiya Janata Party (BJP). Kota ini menjadi terkenal sebagai kekuatan politik pada 1980an melalui gerakan untuk membangun kuil Ram di Ayodhya. Kemudian pada 1992, massa menghancurkan Masjid Babri yang menurut kelompok Hindu dibangun oleh seorang jenderal Babur, pendiri dinasti Mughal. Pembangunan masjid itu berada di tempat kelahiran Lord Ram.

Penghancuran masjid memicu kerusuhan agama yang menewaskan lebih dari 2000 orang, dan menjadi kerusuhan paling mematikan di seluruh India. Konflik ini secara permanen telah merusak tatanan sosial di India. 

 

Pada November 2019, Mahkamah Agung India menyerahkan situs yang disengketakan di Ayodhya kepada penggugat yang merupakan nasionalis Hindu. Mahkamah Agung mengizinkan pembangunan kuil Ram di bawah pengawasan pemerintah. Pada Agustus lalu, Perdana Menteri Modi terbang ke Ayodhya bersama politisi senior BJP untuk melakukan peletakan batu pertama atas pembangunan kuil baru. Pembangunan kuil ini ditargetkan rampung sebelum pemilihan nasional 2024. 

Sementara di kota Varanasi, pemerintahan Modi mengawasi pembangunan proyek besar Kuil Vishwanath. Serupa dengan sengketa di Ayodhya, sengketa di Varanasi telah berlangsung selama puluhan tahun. Sengketa di Varanasi pertama kali digugat di pengadilan pada 1991, ketika para pendeta Hindu meminta izin untuk beribadah di kawasan Masjid Gyanvapi. 

Sengketa tersebut memaksa pemerintah federal untuk mengesahkan Undang-Undang Tempat Ibadah (Ketentuan Khusus) pada 1991. Pengesahan undang-undang ini bertujuan untuk mencegah konflik agama yang mirip dengan masalah Masjid Babri dan Kuil Ram. Undang-undang melarang perubahan semua tempat keagamaan. 

Perintah pengadilan Varanasi yang dikeluarkan pada Kamis melanggar Undang-Undang Tempat Ibadah. Mahkamah Agung India pada Maret lalu setuju untuk meninjau kembali undang-undang tersebut. Langkah ini dinilai sangat kontroversial. 

"Kami juga ingin statusnya tetap sama tetapi kami ingin pengadilan memutuskan apakah itu masjid atau kuil," kata Vijay Shankar Rastogi, pengacara yang mengajukan petisi untuk partai-partai Hindu dalam masalah Varanasi, kepada Aljazirah.

Sengketa masjid dan kuil telah menjadi pusat politik supremasi Hindu di India. Kelompok Hindu sayap kanan seperti Vishwa Hindu Parishad (VHP) telah lama menuntut "pembebasan" kuil di seluruh negeri.

“Perintah pengadilan membuka jalan bagi kebenaran untuk keluar dan semua orang harus menyambutnya. Bahkan jika perintah ini datang setelah 30 tahun, setidaknya itu menunjukkan jalan untuk pembebasan kuil," ujar juru bicara VHP Vinod Bansal.

Sementara pihak Muslim mengatakan, mereka akan mendekati Pengadilan Tinggi Allahabad untuk menentang perintah pengadilan Varanasi. Ketua Dewan Wakaf Sunni Pusat di Uttar Pradesh, Zufar Ahmad Faruqi meyakini bahwa perintah pengadilan Varanasi telah melanggar Undang-Undang Tempat Ibadah.

“Pemahaman kami jelas bahwa kasus ini dilarang oleh Undang-Undang Tempat Ibadah (Ketentuan Khusus), 1991. Bahkan dalam keputusan Ayodhya, penggalian ASI pada akhirnya tidak ada gunanya. ASI tidak menemukan bukti bahwa Masjid Babri dibangun di atas penghancuran sebuah kuil," ujar Zufar. 

Ilmuwan politik Zoya Hasan menganggap perselisihan masjid-kuil berlangsung secara sistemik. Dia mengatakan, BJP mengambil keuntungan terhadap persoalan ini untuk memobilisasi nasionalis Hindu.

"Jika perintah ini tidak ditolak oleh pengadilan yang lebih tinggi, kemungkinan akan mengarah pada polarisasi agama seperti yang kita lihat dalam sengketa Ayodhya," ujar Zoya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement