Ahad 11 Apr 2021 03:51 WIB

APTRI Usulkan HPP dan HET Gula Tani Dinaikkan

Harga acuan gula tani sebesar Rp 9.100 per kilogram sudah enam tahun tidak naik.

Petani memanen tebu untuk diolah menjadi gula di kebunnya, di Nagari Lawang, Kab. Agam, Sumatera Barat, Sabtu (18/7). Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan ke pemerintah untuk meningkatkan harga harga acuan gula tani (HPP) dan HET gula tani.
Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
Petani memanen tebu untuk diolah menjadi gula di kebunnya, di Nagari Lawang, Kab. Agam, Sumatera Barat, Sabtu (18/7). Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan ke pemerintah untuk meningkatkan harga harga acuan gula tani (HPP) dan HET gula tani.

REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan ke pemerintah untuk meningkatkan harga harga acuan gula tani (HPP) dan HET gula tani. Hal itu dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani tebu dan mewujudkan swasembada gula yang berdaya saing di Indonesia.

"Harga acuan gula tani sebesar Rp 9.100 per kilogram dan harga eceran tertinggi (HET) gula Rp 12.500 per kg sudah enam tahun tidak naik. Padahal HPP tersebut masih jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP) yang saat saat ini sebesar Rp 11.000 per kg," kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen melalui rilis yang diterima, Sabtu (10/4).

Ia mengungkapkan rekomendasi tersebut disampaikan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APTRI yang digelar di Jakarta 9 April 2021 dan menghasilkan 10 rekomendasi untuk pemerintah. Rekomendasi itu di antaranya terkait HPP dan HET gula tani.

Menurut dia, HET sebesar Rp 12.500 per kg terlalu rendah dan mendekati BPP gula tani sehingga margin untuk distribusi dirasa sangat mepet, akibatnya harga gula tani yang ditekan. Untuk itu, APTRI mengusulkan agar kepada Menteri Perdagangan menaikkan HPP gula tani sebesar Rp 11.500 per kg, dengan asumsi ada keuntungan yang wajar dari usaha tani tebu selama setahun. Usulan HPP tersebut dinilai juga tidak memberatkan kepada konsumen. 

APTRI juga mengusulkan revisi Permendag nomor 1/2019 tentang Perdagangan Gula Rafinasi, yakni menghapus koperasi dalam mata rantai distribusi gula rafinasi sehingga perlu menghapus pasal 5 ayat 2 dan pasal 6. Dengan adanya koperasi sebagai distributor akan memperpanjang mata rantai distribusi dan menambah kebocoran.

"Penjualan gula rafinasi lebih baik dikembalikan semula yakni dari produsen rafinasi langsung kepada industri makanan dan minuman pengguna. Impor gula konsumsi (GKP) juga perlu dibatasi agar tidak mengganggu gula petani," ujarnya.

Sementara itu, Sekjen APTRI M Nur Khabsyin menambahkan APTRI juga mendesak pemerintah meminta para importir gula membeli gula petani musim giling 2021, minimal sama seperti tahun lalu sebesar Rp 11.200 per kg. Sehingga persoalan menumpuknya gula tani di gudang bisa teratasi dan petani ikut merasakan keuntungan.

Rekomendasi lainnya, yakni agar subsidi pupuk tidak dikurangi karena saat ini petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi dan kebijakan penyaluran pupuk juga dikembalikan ke sistem semula.

"Kredit Usaha Rakyat untuk petani tebu juga diharapkan bisa dipermudah persyaratannya. APTRI juga mendorong pemerintah menyediakan benih unggul yang disubsidi dengan potensi rendemen tinggi dan harga terjangkau," ujarnya.

Sedangkan rekomendasi untuk perusahaan gula, agar tidak menjual gula di bawah harga penjualan gula milik petani agar harga tidak semakin turun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement