Jumat 09 Apr 2021 18:20 WIB

'Yang Minta Pemekaran Papua Itu Siapa?'

Pemekaran diduga hanya usulan segelintir elite, bukan mayoritas masyarakat Papua

Peta Papua. (Ilustrasi)
Peta Papua. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Mimi Kartika

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, Yops Itlay menegaskan bahwa masyarakat Papua tak pernah mengusulkan adanya pemekaran wilayah. Menurutnya, usulan tersebut hanya permintaan sejumlah elite saja.

Baca Juga

"Yang minta pemekaran itu siapa? Tidak pernah ada aspirasi permintaan pemekaran muncul selama ini, baik dari masyarakat maupun mahasiswa," ujar Yops kepada Republika, Jumat (9/4).

Menurutnya, para elite tersebut akan tetap memaksakan terealisasinya pemekaran wilayah di Papua. Rencana tersebut disebutnya bukan untuk kepentingan masyarakat Papua, melainkan hanya demi kekuasaan.

"Hari ini rakyat Papua telah menolak upaya pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah, tetapi pemerintah pusat memaksakan kehendak dan ini terkesan kebijakan sepihak yang diambil oleh pemerintah pusat," ujar Yops.

Mendagri Tito Karnavian juga diingatkannya agar tak seenaknya dalam memgambil kebijakan. Apalagi, mantan Kapolri itu mengusulkan agar pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan pemerintah pusat, tanpa persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

"Pak Mendagri tidak bisa seenaknya ambil kebijakan atas dasar analisa intelijen. Indonesia ialah negara hukum maka semua kebijakan harus diambil berdasarkan mekanisme peraturan," ujar Yops.

Di samping itu, ia menjelaskan bahwa Papua belum memenuhi syarat untuk memekarkan wilayah. Yops mengacu data dari statistik terbaru yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk Papua hanya sekira 4,35 juta jiwa.

"Lebih mirisnya lagi negara Indonesia itukan Pak Jokowi sudah pernah membuat moratorium, jadi tidak perlu tabrak konstitusi yang ada," ujar Yops.

Daripada melakukan pemekaran wilayah, ia memintah pemerintah untuk fokus memenuhi kebutuhan masyarakat Papua. Serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sana.

"Pemerintah sebaiknya fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan membagun SDM yang baik agar rakyat Papua pun mampu bersaing dengan provinsi lain," ujar Yops.

Sebelumnya, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, juga mengkritisi rencana pemerintah yang hanya akan merevisi dua pasal Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dua pasal yang dimaksud yaitu, pasal 34 tentang 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) dan pasal 76 tentang pemekaran Papua.

"Dua pasal ini menurut pemerintah pusat bermasalah sedangkan pasal-pasal lain tidak bermasalah. Saya pikir ini pemikiran sangat konyol dan bodoh, ini tidak benar," kata Timotius kepada Republika, Rabu (31/3).

Timotius mengatakan, permasalahan UU Otsus Papua selama ini tidak hanya di dua pasal tersebut. Dirinya menyebutkan sejumlah pasal yang selama ini dinilai belum dirasakan oleh masyarakat Papua.

"Contoh pasal 28 pembentukan partai lokal belum pernah terjadi. Kemudian pembentukan KKR belum pernah terjadi. Terus pasal-pasal lain, semua ini kan dia vakum karena terbentur dengan undang-undang lain," ujar Timotius.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement