Jumat 09 Apr 2021 14:37 WIB

OJK: Belum Ada Bank Digital Beroperasi di Indonesia

OJK akan memastikan ketentuan modal inti Bank Digital sebesar Rp 10 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini belum ada bank digital yang beroperasi secara penuh di Indonesia. Hal ini mengingat otoritas masih mengkaji aturan bank digital.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan saat ini aturan tersebut masih dalam proses penyusunan untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku industri. Adapun pendirian bank digital akan dibagi menjadi dua jenis.

Baca Juga

Pertama, entitas baru yang akan beroperasi penuh sebagai bank digital dan kedua transformasi dari bank konvensional menjadi digital. "Mudah-mudahan tahun ini (selesai) kita targetnya semester I atau semester II 2021 keluar aturannya," ujarnya saat Media Gathering, Jumat (9/4).

Menurutnya pokok utama yang diatur pada prinsipnya terkait permodalan, aktivitas bisnis dan kelembagaan bank digital tersebut. "Nanti ke dalamnya lagi harus ada PoJK turunannya seperti syarat-syarat, kedudukan, dan sebagainya," kata Teguh.

Teguh mengungkapkan aturan terkait bank digital akan mengacu pada sejumlah negara yang sudah mengeluarkan peraturan bank digital. "Sudah ada beberapa di Singapura, Hongkong, dan  Inggris yang mengatur bank digital karena memang kalau kita lihat ke depan harus ada yang mengatur ini," ucapnya.

Menurutnya otoritas akan memastikan ketentuan modal inti Bank Digital  sebesar Rp 10 triliun. Adapun  ketentuan pemenuhan modal ini tapi tidak berlaku bagi bank yang eksisting tapi mereka diwajibkan memenuhi ketentuan modal inti Rp 3 triliun.

Mulanya, pemenuhan modal inti bagi bank diwajibkan sebesar Rp 100 miliar. Namun, setelah terbitnya Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2020 ketentuan untuk menaikkan modal inti bank sedikitnya Rp 3 triliun pada 2022.

"Yang baru mendirikan ini modalnya dirancang yaitu Rp10 triliun, jadi kalau banknya sudah lama tidak ada kewajiban Rp 10 triliun," ucapnya.

Teguh menekankan, ketentuan ini tidak lain untuk menyelamatkan perbankan-perbankan di Indonesia dari tantangan perkembangan pesat teknologi digital. Makanya, harus ada penguatan dari sisi modal inti.

"Sebenarnya terkait modal inti kita sudah tahu tantangan perbankan ke depan karena kalau kita biarkan saja kita tidak ingin bank mati dengan sendirinya," ucapnya.

Bagi perbankan yang tidak mampu memenuhi ketentuan ini modal inti, Teguh menegaskan mereka bisa menggunakan cara konsolidasi atau perbankan tersebut diakuisisi investor lain.

“Dengan ketentuan ini, maka nantinya kategori bank hanya masuk dalam empat kategori berdasarkan modal inti (KMBI) dengan batas modal inti yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelompokan yang sudah ada,” ucapnya.

Saat ini, bank umum dibagi dalam empat kategori berdasarkan modal inti, yaitu bank umum kegiatan usaha (BUKU) I, II, III, dan IV. BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun, BUKU II Rp 1 hingga Rp 5 triliun, BUKU III lebih dari Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp 30 triliun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement