Kamis 08 Apr 2021 19:41 WIB

ICW: Sejak Awal MA tidak Inginkan Lucas Dipenjara

Putusan PK ini sekaligus menambah catatan kelam lembaga kekuasaan kehakiman.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) pengacara Lucas dalam kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menanggapi dikabulkannya PK Lucas, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, sejak awal MA memang tidak menginginkan Lucas divonis penjara. 

"Sebab, sebelumnya, pada tingkat kasasi, Lucas juga sudah mendapatkan pengurangan hukuman dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Kamis (8/4). 

Putusan PK ini, lanjut Kurnia, sekaligus menambah catatan kelam lembaga kekuasaan kehakiman tatkala menyidangkan perkara korupsi. Dalam catatan ICW, sejak tahun 2005, MA selalu menjatuhkan vonis ringan kepada para komplotan koruptor. 

Bahkan, pada tahun 2020, ICW mencatat rata-rata hukuman yang dikenakan kepada koruptor hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Sehingga, lanjut Kurnia, selain Presiden dan DPR yang selalu menjadi biang kerok pelemahan pemberantasan korupsi, pada kenyataannya, pengadilan juga menjalani praktik serupa. 

"Jadi, lengkap sudah, seluruh cabang kekuasaan menolak memperkuat agenda pemberantasan korupsi," tegas Kurnia. 

Terkait perkara ini, pada 20 Maret 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Lucas dalam perkara merintangi penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro. 

Hukuman Lucas dikurangi 5 tahun penjara di tingkat banding. Di tingkat kasasi, MA juga mengurangi vonis advokat Lucas dari lima tahun menjadi tiga tahun penjara. Lucas yang yakin tidak bersalah mengajukan PK dan dikabulkan.

Diketahui, dalam memutuskan PK tersebut, duduk sebagai ketua majelis hakim agung Salman Luthan dengan anggota Prof Abdul Latief dan Sofyan Sitompul. Putusan tersebut dibacakan pada Rabu (7/4) kemarin dan tercatat dengan nomor register 78 PK/Pid.Sus/2021.

Dalam perkara ini, Lucas menyarankan, Eddy Sindoro yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap berada di luar negeri, untuk tidak pulang ke Indonesia. Hal itu dilakukan dengan mencabut paspor Indonesia agar bebas bepergian dan menunggu setelah 12 tahun hingga perkara kedaluwarsa. 

Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Akibat perbuatan Lucas, menurut hakim, penyidik menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat memantau perlintasan Eddy Sindoro masuk atau keluar Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement