Selasa 06 Apr 2021 07:34 WIB

Salah Redaksi Saat Membaca Doa, Bagaimana Sikap Kita?

Salah membaca redaksi doa tak perlu buru-buru dianggap keliru

Salah membaca redaksi doa tak perlu buru-buru dianggap keliru. Ilustrasi doa
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Salah membaca redaksi doa tak perlu buru-buru dianggap keliru. Ilustrasi doa

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh, Ustadz Yendri Junaidi Lc MA*

Dalam sebuah ceramah, seorang ustadz bercerita bahwa Dia pernah diminta untuk memimpin doa bersama di sebuah acara. Dia enggan mengabulkan permintaan itu, karena menurutnya Nabi tidak pernah mencontohkan hal tersebut. Akhirnya doa dipimpin salah seorang yang hadir. Tapi menurut ustadz tadi, doa orang ini salah. Doa yang seharusnya dibacanya adalah seperti ini: 

Baca Juga

اللهم اقْسِمْنِي مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ . Tapi yang dia baca malah seperti ini:

اللهم اقْسِمْنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تُحَوِّلُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ... Menurut ustadz tadi, doa yang dibaca orang tersebut artinya menjadi seperti ini : “Ya Allah, berikan kami rasa takut pada-Mu yang memindahkan kami dari surga-Mu…”

Kemudian  dia menimpali, “Pindah dari surga mau kemana? Tentu ke neraka! Tapi para jamaah yang tidak mengerti bahasa Arab itu hanya berkata, “Amiin…”.

Lalu sang ustadz pun berpesan, “Makanya jangan mau doa-doa kita dipimpin…”. Sebenarnya kalau pesan yang ingin disampaikan sang ustadz adalah agar lebih berhati-hati dalam berdoa atau sebaiknya kita memahami lafaz doa yang kita ucapkan atau ini sebagai motivasi untuk belajar bahasa Arab, tentu ini sesuatu yang baik.  

Tapi dari konteks pembicaraannya, dia ingin menegaskan bahwa kesalahan dalam redaksi doa sangat fatal akibatnya. Untuk itu ia berpesan, “Jangan mau doa kita dipimpin.” 

Poin pertama yang perlu kita koreksi adalah kalau betul-betul mengikuti sunnah seperti yang sering digembar-gemborkan sang ustadz dan orang-orang yang semanhaj dengannya, maka redaksi doa tersebut bukan seperti yang dia katakan di awal (yang menurutnya mesti dibaca oleh orang yang didaulat untuk memimpin doa tersebut).

Redaksi doa ini terdapat di dalam Sunan Tirmidzi, dan tidak menggunakan kalimat:  

اللهم اقْسِمْنِي مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ Sebagaimana yang disampaikan sang ustadz. Melainkan dengan redaksi:

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ “Ya Allah, berikan kami rasa takut pada-Mu yang dapat menghalangi kami dari bermaksiat kepada-Mu.” 

Perbedaannya tidak hanya terletak pada penggunaan objek (maf’ul) dari kata اقْسِمْ yang menurut sang ustadz adalah ya' mutakallim yang dibantu nun wiqayah sehingga menjadi اقْسِمْنِي sementara di dalam hadits menggunakan huruf jar lam sehingga menjadi اقْسِمْ لَنَا , tapi juga terletak pada kata ganti yang digunakan.

Sang ustadz menggunakan ya mutakallim yang berarti ‘saya’. Artinya doa ini untuk diri sendiri. Sementara hadits menggunakan nun jamak yang berarti ‘kita’. Artinya doa ini untuk bersama, bukan untuk sendiri.

Ditambah lagi, kalau sang ustadz lebih teliti, di awal hadits disebutkan bahwa doa ini Nabi ucapkan untuk para sahabat. Artinya doa ini memang untuk bersama. Perhatikan redaksi hadits berikut:

عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ: قَلَّمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ مِنْ مَجْلِسٍ حَتَّى يَدْعُوَ بِهَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ لِأَصْحَابِهِ: «اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا ... (رواه الترمذي)

Dari Khalid bin Abi Imran, Ibnu Umar berkata, “Jarang sekali Rasulullah SAW bangkit dari sebuah majlis melainkan beliau berdoa dengan doa berikut untuk para sahabatnya: “Ya Allah, karuniakanlah pada kami rasa takut pada-Mu yang bisa menghalangi kami dari maksiat pada-Mu, dan (karuniakan pada kami) rasa takut pada-Mu yang dapat menyampaikan kami pada surga-Mu, dan rasa yakin yang dapat meringankan kami menerima berbagai musibah di dunia ini…”

Poin berikutnya adalah mengenai ‘kesalahan fatal’...   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement