Senin 05 Apr 2021 18:01 WIB

Tokoh Perubahan Republika: Junaedi Akim, Sang Penggali Kubur

Junaedi menggali makam 15 jam sehari dan menguburkan 40-50 mayat di puncak pandemi

Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Febryan A

Dua puluh tiga tahun lalu, Junaedi Bin Akim memulai pekerjaannya sebagai penggali makam di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Pria kelahiran Karawang 43 tahun lalu itu tak membayangkan bakal berada di pusaran salah satu wabah paling mematikan bagi umat manusia.

Pada Maret 2020 lalu, ia pertama kali mendapat kabar bahwa lokasinya bekerja bakal dipakai sebagai salah satu lokasi pemakaman khusus korban meninggal terkait Covid-19. Meski keluarga waswas dan sebagian tetangga sempat mencibir, Junaedi dan rekan-rekan di Grup D petugas pemakaman tak mundur. Risiko tertular ia abaikan guna menjalankan tugasnya meski sempat harus bermodal jas hujan pada masa-masa awal pandemi.

Biasanya pulang sore hari, pada masa pandemi ia harus bekerja dari pukul 07.00 hingga pukul 22.00. Istirahat sebentar, kemudian memulai kembali. Sebanyak 40 sampai 50 jenazah ia kuburkan sehari pada masa-masa puncak pandemi. Junaedi mengharapkan, yang ia lakukan dapat membantu keluarga korban Covid-19 yang berduka.

Republika menemui Junaedi pada Kamis (22/3) lalu, setahun lebih 10 hari saja sejak ia pertama kali diserahi tugas menggali kuburan khusus Covid-19. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa ceritakan secara ringkas bagaimana awalnya Pak Junaedi jadi penggali kubur?

Awal mula saya masuk bekerja di TPU Pondok Ranggon itu tahun 1997. Tepatnya pada April saya masuk ke sini sampai sekarang. Berangkat dari kebanyakan para sesepuh yang ada di wilayah saya (Karawang), khususnya terkait dalam pekerjaan di pemakaman. Akhirnya, saya diarahkan sama keluarga, sama orang tua agar bekerja di permakaman.

Selama 20 tahun lebih bekerja, bagaimana beban kerja sehari-hari biasanya?

Sebelum pandemi ini ada, rata-rata yang kami makamkan di TPU Pondok Ranggon ini minimal 10 dalam satu hari. Maksimal 23 dalam satu hari. Jam kerja dari jam 08.00 normalnya sampai selesai, bisa sore atau lewat Maghrib.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Bagaimana bayaran pekerjaan tersebut?

Beda dengan sebelum pandemi. Sekarang lebih diperhatikan, lebih terjamin karena dibayar dengan upah sesuai UMP. Sebelum pandemi upahnya nggak UMP. Kami itu di sini sebelum jadi PJLP (penyedia jasa lainnya orang perseorangan) pada 2014 sebagian besar pendapatan kami bersandar ke keluarga. Dalam artian ke ahli waris yang dimakamkan. Rumputnya diminta dirawat. Hal-hal seperti itu yang jadi pendapatan kami.

Kapan pertama kali menerima kabar bakal jadi penggali kubur pasien Covid-19?

Kalau tidak salah dua hari sebelum pelaksanaan saya dikabari. Semuanya serbamendadak. Semuanya serba-tidak dipersiapkan. Ketika dapat kabar, dua hari setelah itu langsung action. Kalau tidak salah tanggal 10 Maret (2020), langsung kerja tanggal 12. Pimpinan yang mengabarkan bahwa TPU Pondok Ranggon ditunjuk untuk menangani pemakaman protap Covid-19. Mendapat kabar itu saya harus mempersiapkan diri secara fisik dan mental. Mental khususnya. Hahaha.

Apa perasaan Pak Junaedi mendapat kabar menjadi petugas gali makam Covid-19?

Perasaan khawatir itu ada, rasa cemas. Ada rasa takut, rasa khawatir, kemudian ada rasa kasihan melihat di luaran sana banyak penolakan. Jadi berusaha menyiapkan diri.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Bagaimana tanggapan keluarga?

Langsung malam itu saya kabarkan. Keluarga khawatir, cemas, itu pasti, takut. Malah kalau seandainya boleh memilih, keluarga menyarankan, “Mbok ya jangan ikut.” Hahaha.... saking khawatirnya. Tapi, ya coba saya kasih pemahaman bahwa ini bagian dari pekerjaan saya yang harus saya jalankan. Terlebih, kalau saya lihat ada sisi-sisi nilai-nilai kemanusiaan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement