Senin 05 Apr 2021 14:48 WIB

Demonstran Myanmar tak Henti Gelar Protes

Demonstran serukan tepuk tangan selama lima menit pada 5 April pukul 17.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Miss Grand Myanmar ketika mengikuti demonstrasi menentang junta
Foto: Instagram/Han.Lay
Miss Grand Myanmar ketika mengikuti demonstrasi menentang junta

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para demonstran di Myanmar terus menggelar aksi protes menuntut pemulihan pemerintah Aung San Suu Kyi pada Senin (5/4). Mereka juga menyerukan aksi menolak perbedaan pendapat nasional dengan lebih terkoordinasi.

Gelombang protes yang terjadi di Myanmar sejak kudeta 1 Februari mencakup demo di jalan-jalan kota, kampanye pembangkangan sipil, dan tindakan pemberontakan yang unik yang diorganisir di media sosial. Namun, kampanye media sosial dihentikan junta. Junta berupaya mematikan broadband nirkabel dan data seluler.

Baca Juga

Demonstran dengan membawa plakat Suu Kyi dan tanda-tanda meminta intervensi internasional terekam di jalan-jalan kota terbesar kedua negara itu, Mandalay. Para pengunjuk rasa juga mendesak tepuk tangan terkoordinasi di seluruh negeri pada Senin malam waktu setempat.

Ini ditujukan untuk mengakui tentara etnis minoritas yang telah memihak gerakan anti kudeta, dan pemuda yang berada di garda depan untuk melindungi penunjuk rasa yang terluka.

"Ayo bertepuk tangan selama lima menit pada tanggal 5 April, jam 5 sore untuk menghormati Organisasi Bersenjata Etnis dan pemuda pertahanan Gen Z dari Myanmar termasuk Yangon yang berjuang dalam perjuangan revolusi atas nama kami," ujar Ei Thinzar Maung, seorang pemimpin protes dalam unggahannya di Facebook.

Baca juga : Etnis Karen Serukan Embargo Senjata Bagi Militer Myanmar

Penentang aturan militer menuliskan pesan protes di telur Paskah pada Ahad. "Kita harus menang" dan keluar MAH," tulis pesan itu mengacu pada pemimpin junta Min Aung Hlaing, begitu tertulis pada telur paskah.

Setidaknya 557 orang telah tewas sejak dia memimpin kudeta pada 1 Februari atau hanya beberapa jam sebelum parlemen baru bersidang, untuk mencegah partai Suu Kyi memulai masa jabatan keduanya.

Hal itu menyusul tudingan militer atas penipuan dalam pemilihan ketika partai Suu Kyi memenangkan 83 persen suara, mengalahkan partai yang dibuat oleh pendahulu Min Aung Hlaing. Kudeta dan tindakan keras terhadap demonstrasi telah menyebabkan protes internasional hingga mendorong sanksi Barat terhadap militer dan bisnisnya yang menguntungkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement