Senin 05 Apr 2021 14:30 WIB

Walhi: Banjir Akibat Kerusakan Lingkungan di NTT

Kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan dengan pembakaran, pembalakan liar.

Rep: idealisa masyrafina/ Red: Hiru Muhammad
Kondisi Provinsi NTT yang mengalami bencana banjir.
Foto: walhi
Kondisi Provinsi NTT yang mengalami bencana banjir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir dan longsor di Nusa Tenggara Timur sejak Ahad (4/4) harusnya dapat dicegah agar tidak memakan korban jiwa mengingat informasi cuaca yang sudah diramal oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya.

Direktur Eksekutif Walhi Daerah NTT, Umbu Wulang, menyebutkan bahwa Provinsi NTT memang rawan bencana alam akibat badai dan curah hujan tinggi. Kemudian, terdapat banyak kerusakan lingkungan yang memengaruhi daya tampung air. 

Kerusakan lingkungan yang kerap terjadi adalah alih fungsi lahan dengan pembakaran seperti yang dilakukan di Sumba untuk perkebunan tebu, lalu penambangan, dan pembalakan liar pohon sonokeling.

"Di Malaka masih ada penambangan dan illegal logging yang beberapa tahun ini kami advokasi. Wilayah tersebut merupakan lalu lintas sungai besar yang membeludak jadi banjir saat ini." ungkap Umbu kepada Republika.co.id, Senin (5/4).

Umbu memaparkan, kerusakan lingkungan yang banyak terjadi di NTT adalah akibat konteks pembangunan wilayah tidak menyertakan perlindungan ekologis dan daya dukung lingkungan. Menurutnya, ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diperhatikan karena NTT saat ini banyak didatangi investor.

"Kalau menerima investor tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung, kemungkinan besar potensi bencana akan terus meningkat," kata Umbu.

Baca juga : Banjir Bandang Flores Timur, BNPB: 44 Orang Meninggal Dunia

Walhi mencatat terdapat tiga jenis bencana alam yang kerap terjadi di NTT. Pertama adalah wabah belalang yang mengancam pertanian di Sumba. Kedua, bencana hidrometeorologis, seperti banjir dan tanah longsor yang saat ini sedang terjadi. Ketiga, gempa dari erupsi gunung. 

Menurut Umbu, setiap tahun minimal ada bencana alam dan bencana wabah dan ternak di provinsi tersebut. Namun, pemprov tidak dapat melakukan pencegahan. Walhi pun mendesak agar pemerintah pusat memberikan bantuan pencegahan sehingga bencana alam tidak lagi memakan korban jiwa. 

"Hanya ketika ada peristiwa terjadi lalu dibantu, tapi tidak ada bantuan pencegahan. Padahal pemda gagal, tidak siap menghadapi bencana ini, ketahanan aspek kesiapsiagaan bencana per pulau ini tidak siap." kata Umbu.

Hingga saat ini, jumlah korban bencana banjir dan longsor NTT mencapai 50 orang, puluhan orang menghilang, dan hingga lebih dari 500 KK terdampak, menurut data Walhi NTT. 

Baca juga : Evakuasi Banjir Bandang NTT Terkendala Akses ke Lokasi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement