Senin 05 Apr 2021 00:45 WIB

Anak Sekolah Transisi Butuh Perawatan Kesehatan Mental

Jumlah terbesar gangguan mental terjadi antara usia 17 dan 19 tahun.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Muhammad Fakhruddin
Anak Sekolah Transisi Butuh Perawatan Kesehatan Mental (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Anak Sekolah Transisi Butuh Perawatan Kesehatan Mental (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Psikoterapis anak di Inggris, Emil Jackson memperingatkan kepada para orang tua yang memiliki anak yang sedang bertransisi sekolah dari sekolah dasar menuju ke sekolah menengah. Menurut Jackson, mereka membutuhkan perawatan dan perhatian ekstra untuk mencegah penurunan kesehatan mental mereka.

Jackson yang merupakan kepala psikoterapi anak di layanan remaja di Tavistock dan Portman Trust di London utara itu mengatakan transisi sekolah sering mengganggu anak berusia 11 tahun. Hal itu memiliki konsekuensi serius selama 12 bulan terakhir.

“Dalam keadaan normal, anak-anak normal yang sehat akan kewalahan dengan memulai sekolah menengah. Tidak peduli ketika mereka belum memiliki kesempatan untuk meninggalkan sekolah dasar atau memiliki akhir yang baik dengan teman dan guru, ketika awal mereka ke sekolah menengah sangat terganggu,” jelas Jackson, seperti dilansir laman The Guardian, Ahad (4/4). 

Jackson mengatakan beberapa anak yang pindah ke sekolah menengah di mana mereka memiliki sedikit mantan teman sekelas akan, sangat berisiko untuk menyendiri. Sebab, mereka tidak memiliki kesempatan untuk berteman.

Saat di sekolah dasar, kebanyakan anak melihat satu atau dua guru pada siang hari yang dapat menilai keadaan emosi mereka. Tetapi di sekolah menengah mereka harus menjadi jauh lebih mandiri dengan sangat cepat.

Baca juga : Satgas Covid Sekolah Diminta Aktif Pantau Prokes PTM

Jackson mengatakan kekhawatiran serupa diterapkan pada mahasiswa tahun pertama. Karena jumlah terbesar gangguan mental terjadi antara usia 17 dan 19 tahun. 

Banyak masalah kesehatan mental, kata Jackson, baru mulai muncul ketika penguncian telah mereda. Masalah itu, terutama kecemasan, didorong oleh ketidakpastian dan gangguan tanpa henti dari penanganan Covid-19.

“Beberapa anak membawa rasa takut bahwa mereka mungkin secara aktif berkontribusi pada kematian kerabat mereka,” katanya.

Layanan remaja dan dewasa muda Tavistock dan Portman telah melihat peningkatan rujukan dan permintaan dari sekolah untuk dukungan dengan reksa pastoral karena mereka benar-benar kewalahan. Sekolah, kata Jackson, sangat membutuhkan sumber daya untuk membantu mereka menangani berbagai masalah yang diciptakan oleh pandemi. 

“Sebagian besar tidak berhenti sama sekali sejak Maret 2020. Mereka tidak memiliki waktu istirahat karena mereka dan staf mereka telah mengelola pembelajaran secara langsung dan daring,” jelas dia. 

Diskusi di ruang kelas dapat memainkan peran besar dalam membantu anak-anak memahami dampak pandemi, kata Jackson. Namun, sekolah tidak dapat melakukannya sendiri.

“Tidak masuk akal mengharapkan sekolah atau guru atau pimpinan sekolah mengetahui bagaimana menawarkan semua dukungan ini. Mereka perlu diberi dukungan, serta bekal langsung untuk orang tua dan anak-anak,” jelas dia. 

 

Sumber: https://www.theguardian.com/education/2021/apr/04/school-moves-are-adding-to-childrens-trauma-psychotherapist-warns

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement