Jumat 02 Apr 2021 08:50 WIB

Lebih dari 40 Anak Myanmar Tewas Dibunuh Militer

Total korban tewas di tangan pihak berwenang Myanmar capai 536 orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Organisasi perlindungan anak Save the Children melaporkan sejak kudeta 1 Februari lalu angkatan bersenjata Myanmar sudah membunuh 43 anak. Organisasi itu mengatakan situasi di negara Asia Tenggara itu sangat buruk, korban tewas paling muda berusia 6 tahun.

Jumat (2/4) BBC melaporkan kelompok pemantau kekerasan petugas keamanan mencatat hingga total korban yang tewas di tangan pihak berwenang mencapai 536 orang. Sementara itu pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menghadapi dakwaan baru dengan tuduhan melanggar undang-undang kerahasiaan negara.

Baca Juga

Pekan lalu Suu Kyi dan empat orang sekutu didakwa dengan pasal yang membuat mereka dapat dihukum 14 tahun penjara. Sebelumnya Suu Kyi didakwa memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar peraturan pembatasan sosial Covid-19 selama kampanye tahun lalu.

Kini ia dituduh mempublikasikan informasi yang mungkin dapat 'memicu ketakutan atau peringatan'. Kamis  (1/4) kemarin Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener meminta Dewan Keamanan segera bertindak demi menghindari pertumpahan darah di negara itu.

Dalam sidang tertutup di PBB ia mengatakan militer Myanmar mengintensifkan penindakan keras terhadap pengunjuk rasa. Schraner Burgener memberitahu 15 negara anggota dewan, militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada 1 Februari lalu tidak mampu mengelola negara.

Berdasarkan komentar yang dibagikan ke wartawan, Schraner Burgener memperingatkan situasi di lapangan dapat terus memburuk. "Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan lakukan hal yang pantas rakyat Myanmar dapatkan dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia," kata Schraner Burgener.

Ia menambahkan Dewan Keamanan harus mempertimbangkan 'tindakan yang berpotensi signifikan' demi mengubah arah perkembangan situasi karena 'pertumpahan darah sudah hampir terjadi'. Inggris yang meminta sidang PBB di New York ini digelar untuk merespon semakin buruknya kekerasan di Myanmar, dilansir dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement