Kamis 01 Apr 2021 16:48 WIB

Bahtsul Masail PWNU DKI Beri Rekomendasi Saham Miras

Rekomendasi untuk industri dan tempat yang nyata haram, maka tidak diperbolehkan.

Bahtsul Masail Pra Konferwil XX PWNU DKI Jakarta, Ahad (28/3/2021)
Foto: Istimewa/LBM PWNU DKI
Bahtsul Masail Pra Konferwil XX PWNU DKI Jakarta, Ahad (28/3/2021)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU DKI Jakarta melalui FBMPP (Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren) se-DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menggelar Bahtsul Masail Pra Konferwil XX PWNU DKI Jakarta, Ahad (28/3/2021) lalu. Bertempat di Masjid Al-Mukhlisin, Pluit, Jakarta Utara, bahtsul masail ini menghasilkan beberapa keputusan penting.

Salah satunya menjadi rekomendasi, khususnya kepada Pemprov DKI Jakarta tentang perlindungan industri haram dan tempat maksiat. Menurut Panitia Bahtsul Masail Pra Konferwil XX PWNU DKI Jakarta, Kiai Achmad Fuad, rekomendasi ini dilatarbelakangi banyak pihak yang menuntut agar Pemprov DKI Jakarta melepas saham di industri produk haram, miras produksi PT Delta Djakarta Tbk. Namun sampai saat ini belum terealisasi.

Salah satu alasan utama saham itu belum dilepas karena selama ini investasi pemerintah di produk miras PT Delta Djakarta Tbk memberi pendapatan untuk Pemprov DKI Jakarta melalui dividen yang besar. Keuntungan tersebut digunakan untuk membangun kota Jakarta.

"Alasan ini tentu membuka ruang untuk dipersoalkan para ulama dari sisi fiqih dan sebagian ada yang mendukung alasan tersebut dengan pendekatan mashlahat dan lainnya. Sebagian lainnya menolak alasan itu dengan pendekatan mafsadat dan lainnya," kata Kiai Achmad dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (1/4).

Persoalan pun melebar bukan hanya pada investasi pemerintah di produk haram seperti miras, tetapi juga invetasi pemerintah di industri tempat maksiat. Pertanyaan yang dikemukan di bahtsul masail ini, ungkap Kiai Achmad, adalah bagaimana pandangan Islam atas upaya pemerintah yang tetap melindungi dan mempertahankan tempat-tempat hiburan dan industri produk haram demi stabilitas pendapatan APBN atau APBD.

"Dan bagaimana pengalokasian dana dari hasil industri haram dan tempat maksiat tersebut untuk kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat," kata Kiai Achmad.

Maka, papar Kiai Achmad, jawaban di bahtsul masail sebagai keputusan menyatakan bahwa untuk industri dan tempat-tempat yang nyata haram, maka tidak diperbolehkan. Sedangkan industri dan tempat hiburan yang sesungguhnya mubah, tapi bercampur dengan kemungkaran, maka pemerintah boleh membiarkan namun wajib menghilangkan kemungkarannya.

Dalam kondisi belum bisa menutup, pemerintah tetap wajib mengupayakan secara bertahap semampunya. Sedangkan, pengalokasiannya pada kepentingan daerah dan masyarakat diperbolehkan. "Hanya saja makruh karena termasuk harta yang syubhat," kata Kiai Achmad.

Forum bahtsul masail juga menyampaikan tiga rekomendasi. Pertama, Pemprov DKI Jakarta tidak hanya melepas semua saham, tapi juga tidak memberi izin terhadap pengajuan industri dan tempat-tempat maksiat dan mencabut izin serta menutupnya.

Kedua, meminta pemerintah atau DPR merevisi UU yang berkaitan dengan legalisasi industri haram dan tempat-tempat maksiat. Ketiga, pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta perlu memikirkan dampak ribuan pengusaha dan pekerja yang kehilangan pekerjaannya dengan memberi modal atau menyediakan lapangan pekerjaan yang halal dan layak.

Di bahtsul masail ini juga diputuskan tentang diperbolehkannya dan tidak membatalkan puasa melakukan swab antigen atau swab PCR Covid-19 saat Ramadhan. Hal ini karena tidak sampai melewati khaisyum (pangkal hidung bagian dalam) pada hidung dan tidak melewati tenggorokan bagian dalam (makhrajnya hamzah atau ha’).

Diputuskan juga hukum boleh melakukan suntik vaksin bagi shaim atau orang yang berpuasa dan tidak membatalkan puasa karena suntik vaksin tidak dimasukkan melalui lubang yang menganga pada tubuh.

Bertindak sebagai mushahih di kegiatan bahtsul masail ini adalah KH Muhyiddin Ishaq, KH Nasihin Zain, dan KH Ali Mahfudh. Sedangkan yang bertindak sebagai perumus adalah KH Azizi Hasbullah, KH Zahro Wardi, dan Kiai Yazid Fattah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement