Kamis 01 Apr 2021 11:09 WIB

Perkuat Food Estate dengan Korporasi Petani

Sejak tahun 2020, Kementerian Pertanian mulai menggarap 3 kawasan food estate

Kawasan Food Estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara akan memasuki masa panen. Kementerian Pertanian memprediksi panen bawang merah dan kentang dimulai bulan Maret sedangkan untuk bawang putih diperkirakan akan mulai dipanen di akhir april 2021.
Foto: istimewa
Kawasan Food Estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara akan memasuki masa panen. Kementerian Pertanian memprediksi panen bawang merah dan kentang dimulai bulan Maret sedangkan untuk bawang putih diperkirakan akan mulai dipanen di akhir april 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Untuk memperkuat kawasan food estate, perubahan (transformasi) petani diarahkan menjadi korporasi. Diharapkan nantinya tak hanya dihasilkan kuantitas produksi, tetapi juga memberikan nilai tambah kepada petani dan usaha tani.

Sejak tahun 2020, Kementerian Pertanian mulai menggarap 3 kawasan food estate yaitu Provinsi Kalimantan Tengah (Kab. Pulang Pisau dan Kab. Kapuas), Provinsi Sumatera Utara (Kab. Humbang Hasundutan) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Prof. Dedi Nursyamsi mengatakan, pengembangan food estate ini berbasis korporasi petani. Untuk itu,  penyuluhannya juga harus digarap dengan menyentuh kelembagaan petani (Poktan, Gapoktan) dan kelembagaan ekonomi petani (KEP).

Menurut Prof. Dedi, transformasi ini tak hanya dari segi manajemen organisasinya, tetapi juga manajemen usaha tani, karena usaha pertaniannya berskala besar dengan klasterisasi, multikomoditas, terintegrasi hulu hilir, menggunakan alsintan modern (mekanisasi dan sistem digitalisasi), termasuk manajemen corporate dan profesional.

"Pembangunan korporasi ini berbasis manajemen agribisnis. Korporasi diawali dari klaster dan membentuk kawasan dan menggandeng BUMN," tambahnya.

Menuju korporasi, Prof Dedi mengatakan, transformasi Poktan dan Gapoktan ini bisa dari Gapoktan Bersama/kelembagaan ekonomi petani (KEP) berupa Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Nantinya BUMP ini berkonsolidasi bersama dengan komitmen, menetapkan sistem sharing sumberdaya dan kerjasama bisnis antara mereka. "Termasuk penetapan sharing modal untuk pembentukan korporasi," ujarnya.

Dalam korporasi, ungkap Dedi, manajemen usaha taninya tak hanya urusi produksi tetapi juga hilirisasi, sehingga petani tak hanya berdaya secara ekonomi dan sosial saja tetapi juga mampu sejahtera.

Prof Dedi mencontohkan, setidaknya ada 8 Gapoktan bersama di kawasan food estate Kalimantan Tengah, seperti Gapoktan Bersama Khapas Mandiri (di kecamatan Kahayan Kuala, Pandih Batu dan Sebangau Kuala), Gapoktan Bersama Jaya Sejahtera (Kec. Pandih Batu), Gapoktan Bersama Kahayan Modern (Kec. Maliku dan Kahayan Hilir), Gapoktan Bersama Bataguh Makmur (Kec. Bataguh), Gapoktan Bersama Tamban Kuala Bersatu (Kec.Tamban Catur dan Kapuas Kuala),  Gapoktan Bersama Makmur Bersama (Kec. Kapuas Timur dan Pulau Petak), Gapoktan Bersama Sangga Lau (Kec. Basarang, Kapuas Barat, Selat) dan Gapoktan Bersama Sepakat Maju Bersama (Kec. Kapuas Murung dan Dadahup).

Upaya korporasi petani ini tentu saja sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menginginkan berbagai komoditas pertanian bisa dirancang lebih baik, mulai dari hulu ke hilirnya. "Dengan korporasi, mekanisasi intervensi teknologi juga bisa kita manfaatkan. Teknologi itu untuk efisiensi dan efektivitas," tuturnya.

Bahkan Menteri Pertanian. Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan, pengembangan korporasi ini adalah bagian dalam mengokohkan ketahanan pangan Indonesia. Pengembangan pertanian berbasis kawasan korporasi petani pun di fasilitasi dengan dana kredit usaha rakyat (KUR) untuk kemajuan, modern dan kemandirian petani.

Untuk diketahui, food estate menjadi salah satu program super prioritas dan strategis dalam pembangunan pertanian nasional tahun 2021. "Pengembangan korporasi petani menjadi prioritas agar petani menguasai produksi dan bisnis pertanian dari hulu ke hilir," ujarnya.

Korporasi petani bukan sekadar bertumpu pada produktifitas dan kualitas produksi pertanian, namun lebih banyak ditentukan kemampuan SDM menjalankan bisnis yang profit oriented. Sebab, petani harus mendapat untung. Petani menjual beras sebagai produk hilir, bukan gabah sebagai produk hulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement