Rabu 31 Mar 2021 15:25 WIB

Sekolah yang Kesulitan Fasilitas Prokes Perlu Diperhatikan

Fasilitas prokes membutuhkan anggaran dan biaya cukup besar. Pemerintah harus bantu.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Persiapan sekolah tatap muka.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Persiapan sekolah tatap muka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) Afrizal Sinaro menyambut baik SKB 4 Menteri soal sekolah tatap muka Juli 2021. Namun, menurut dia pemerintah harus memberikan perhatian bagi sekolah-sekolah yang kesulitan melengkapi fasilitas dan protokol kesehatan untuk siswa ataupun guru.

Berdasarkan pengawasannya, Afrizal melihat sekolah di kota-kota besar rata-rata sudah siap untuk menjalankan tatap muka jika dilihat dari pemenuhan fasilitasnya. "Yang saya belum paham mungkin di beberapa daerah yang memang fasilitas itu masih sangat terbatas. Terutama sekali bagi saudara-saudara kita sekolah swasta yang fasilitasnya itu belum maksimal. Itu yang saya lihat," kata Afrizal, saat dihubungi Republika, Rabu (31/3).

Menurutnya, kesiapan sekolah ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebab, jika dibebankan ke sekolah itu membutuhkan anggaran dan biaya cukup besar. Apalagi sekolah swasta menjadi salah satu yang terdampak besar dari terjadinya pandemi ini. Sekolah swasta kesulitan mendapatkan dana dan hanya bisa menutupi biaya operasional guru dengan berbagai kendalanya.

"Apalagi untuk menyiapkan fasilitas kesehatan tadi seperti wastafel dan lain-lain. Ini memang diperlukan uluran tangan dari pemerintah untuk fasilitas ini," kata dia lagi.

Afrizal menambahkan, selain kesiapan dari segi fasilitas, guru-guru juga harus paham bahwa pembelajaran yang akan dilakukan sangat berbeda dengan sebelum pandemi. Materi-materi pembelajaran harus dipersiapkan sedemikian rupa dan tidak ada proses belajar yang seperti dulu lagi meskipun sudah tatap muka.

Afrizal mengatakan, guru-guru harus kreatif dalam melaksanakan pembelajaran di tengah pandemi ini. Proses pembelajaran yang disiapkan oleh sekolah, baik untuk tatap muka, jarak jauh, ataupun campuran keduanya harus betul-betul menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.

Ia menjelaskan, sebelumnya pemerintah sudah menyampaikan kurikulum yang diterapkan pada masa sebelum pandemi jangan dijadikan patokan untuk masa sekarang. Sekolah dan guru tidak harus mencapai target pembelajaran. Afrizal mengatakan, pembelajaran didorong untuk lebih bermakna dibandingkan harus mencapai target tertentu.

"Yang harus dipikirkan adalah bagaimana proses pembelajaran itu betul-betul bermakna dan anak-anak merasakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu setelah pulang dari sekolah. Jadi tidak hanya sekadar capaian atau target pembelajaran berdasarkan tercapai itu, tidak hanya itu. Tapi anak-anak mendapatkan sesuatu nggak sih dari dia sekolah setiap hari itu, membawa sesuatu nggak sih saat dia pulang," ujar Afrizal.

Menurut dia, selama ini pembelajaran bermakna ini masih belum tercapai oleh peserta didik. Hal inilah yang perlu terus didorong dan dipikirkan oleh guru-guru dan sekolah, ketika pembelajaran tatap muka secara terbatas dimulai dan peserta didik masuk kembali.

Lebih lanjut, Afrizal berpendapat keputusan sekolah tatap muka ini tepat dilakukan. Sebab, ia menilai selama satu tahun terakhir dilakukan pembelajaran jarak jauh, pendidikan menjadi tidak maksimal. "Akibatnya itu tadi setelah kita lakukan evaluasi dan penilaian, anak-anak merasa ya seperti nggak sekolah jadinya," kata Afrizal.

Baca: Sekolah Tatap Muka Jangan Digesa-gesa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement