Rabu 31 Mar 2021 08:23 WIB

Turki Kembali Terapkan Penguncian Selama Ramadhan

Varian awal virus corona kini menyumbang sekitar 75 persen kasus di Turki,

Rep: dea alvi soraya/ Red: Hiru Muhammad
Seorang petugas kesehatan bersiap untuk memvaksinasi rekannya dengan vaksin Covid-19 Sinovac di Cam dan Rumah Sakit Kota Sakura di Istanbul, Turki, Kamis (14/1). Turki memulai vaksinasi COVID-19 massal terhadap petugas kesehatan pada 14 Januari setelah vaksin Sinovac asal cina tersebut mendapat persetujuan izin penggunaan darurat.EPA-EFE / ERDEM SAHIN
Foto: EPA
Seorang petugas kesehatan bersiap untuk memvaksinasi rekannya dengan vaksin Covid-19 Sinovac di Cam dan Rumah Sakit Kota Sakura di Istanbul, Turki, Kamis (14/1). Turki memulai vaksinasi COVID-19 massal terhadap petugas kesehatan pada 14 Januari setelah vaksin Sinovac asal cina tersebut mendapat persetujuan izin penggunaan darurat.EPA-EFE / ERDEM SAHIN

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA—Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan pemberlakukan kembali penguncian (lockdown) selama Ramadhan, setelah peningkatan tajam infeksi Covid-19. "Kami harus berkorban selama bulan Ramadhan," kata Erdogan yang dikutip di Newsweek, Rabu (31/3).

Dalam pengumumannya, Erdogan mengatakan bahwa pertemuan berbuka puasa massal dilarang selama Ramadhan, meski restoran dan kafe masih akan diizinkan beroperasi, dengan peniadaan layanan makan di tempat (dine in) dan penerapan jam malam.

Tingkat infeksi telah melonjak sejak Turki menarik kembali pembatasan Covid-19 dan membagi 81 provinsi negara itu menjadi empat kategori kode warna berdasarkan jumlah kasus. Pada 2 Maret, hanya 17 provinsi yang masuk dalam kategori "merah" dan Turki melaporkan sekitar 65 kematian per hari.

Pada hari Senin, jumlah itu meningkat menjadi 58, atau 80 persen dari populasi, kata Erdogan, disusul kenaikan jumlah kematian menjadi 150 per hari. Sementara itu, Asosiasi Medis Turki, menyalahkan peningkatan infeksi pada pelacakan kontak yang tidak memadai, keengganan pemerintah untuk memberlakukan tindakan tepat waktu karena masalah ekonomi serta pelonggaran dini pembatasan. "Kami, sebagai profesional perawatan kesehatan dan masyarakat, membayar untuk kebijakan yang salah ini," kata kelompok itu di Twitter.

Erdogan juga sempat mendapat kecaman keras karena mengadakan kongres besar-besaran yang diikuti ribuan orang. Acara itu juga diklaim mengabaikan aturan jarak sosial. Kritikus mengatakan demonstrasi politik kemungkinan besar berkontribusi pada lonjakan itu. 

Varian awal virus corona kini menyumbang sekitar 75 persen kasus di Turki, kata Menteri Kesehatan Fahrettin Koca. Sejauh ini Turki telah menerima 2,8 juta dosis vaksin Pfizer-BioNtech dan akan menerima 1,7 juta dosis lagi dalam 10 hari ke depan.

Turki meluncurkan program inokulasi pada Januari dengan vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan Sinovac China. Lebih dari 15 juta orang telah divaksinasi sejauh ini, dan sekitar 6,7 juta orang telah menerima dosis kedua.

Pada hari Senin, negara itu melaporkan sekitar 32.400 infeksi. Jumlah total kasus di negara itu sejak awal wabah tahun lalu mencapai lebih dari 3,2 juta. Korban tewas Covid-19 telah mencapai lebih dari 31.000.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement