Selasa 30 Mar 2021 14:35 WIB

Tak Lagi Waswas Membelah Sumatra

Jalan Tol Trans Sumatra berpotensi membangun kantong ekonomi baru di tiap koridornya.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolandha
Seorang pengendara mobil menggunakan kartu E-Toll untuk memasuki Pintu Tol Dumai di Dumai, Riau, Jumat (25/9). Jalan Tol Trans Sumatra berpotensi membangun kantong ekonomi baru di tiap koridornya.
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Seorang pengendara mobil menggunakan kartu E-Toll untuk memasuki Pintu Tol Dumai di Dumai, Riau, Jumat (25/9). Jalan Tol Trans Sumatra berpotensi membangun kantong ekonomi baru di tiap koridornya.

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH Sapto Andika Candra

"Dulu kalau jalan darat ke Jawa, lelah di jalan doang," Testimoni ini disampaikan oleh Rian (27 tahun), seorang pekerja swasta yang kini menetap di Kota Padang, Sumatra Barat. Dalam beberapa kali kesempatan, Rian perlu berkendara menggunakan mobil pribadi menuju Jakarta. 

Memang, jalan tol belum sepenuhnya tersambung ke provinsi tempat tinggalnya. Dari Sumatra Barat, segmen Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) yang biasa dilalui Rian bila berkendara ke Pulau Jawa baru jalur Palembang-Bakauheni. Sementara dari Sumbar menuju Sumsel sendiri masih perlu melalui jalur lintas yang lama. Tapi itu saja, baginya, sudah sangat memangkas waktu dan energi. 

"Saya pernah mudik jalur darat dari Jakarta ke Tanah Datar, Sumatra Barat. Itu memakan waktu 30 jam lebih. Durasi 12 jam habis di jalur Lampung-Palembang. Nah dengan tol, saya hanya butuh 5 jam saja dari Lampung ke Palembang. Sisanya masih pakai jalur biasa menuju Sumbar," ujar Rian lagi. 

Perihal waktu tempuh yang semakin singkat ini menjadi testimoni terlaris yang disampaikan pengguna Jalan Tol Trans Sumatra. Jalur lintas-Sumatra yang dulu terkesan 'melelahkan dan horor', wajahnya kini berubah. Dengan adanya JTTS yang mulus dan sarat akan fasilitas penunjang, masyarakat diberi tambahan opsi jalur transportasi yang lebih nyaman dan aman. 

Selain waktu tempuh yang jauh terpangkas, Rian juga mengaku merasa lebih aman saat melintasi JTTS. Bagaimana tidak, pengendara kini tak lagi perlu was-was dengan ancaman bajing loncat atau begal yang citranya begitu melekat dengan jalur-jalur utama lintas Sumatra. Manajemen PT Hutama Karya (Persero) selaku pembangun dan pengelola JTTS secara rutin melakukan patroli yang bekerja sama dengan kepolisian setempat.  

photo
Kendaraan pekerja melintasi jalan tol Banda Aceh-Sigli di kawasan Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Selasa (23/6). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hingga akhir tahun 2020 akan meresmikan 15 ruas jalan tol sepanjang 297 kilometer yang tersebar di beberapa provinsi di pulau Sumatra dan Jawa guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. - (ANTARA/IRWANSYAH PUTRA)
 

"Pengalaman saya lewat tol Sumatra, masih sepi tapi aman. Nggak deg-degan takut kena bajak bajing loncat. Karena saya lihat keamanan tol cukup baik. Cari rest area juga mudah," kata Rian.

Mengamini testimoni Rian, Wilda (31 tahun) juga merasakan hal yang sama. Pekerja swasta asal Sumatra Barat ini menetap di Tangerang, Jawa Barat. Sesekali, Wilda memutuskan untuk mudik ke kampung halaman dengan kendaraan pribadi. Menurutnya, JTTS adalah jawaban dari doa penduduk Pulau Sumatra agar tersedia jalan yang mulus. 

"Yang jelas lebih cepat. Tapi memang PR-nya masih banyak karena jalan tolnya belum nyambung ke Sumatra Barat. Jadi harapan saya sih semoga pembangunan tol Pekanbaru-Padang segera rampung agar fungsi tol Trans Sumatra optimal," ujar Wilda. 

Wilda juga merasa, pihak pengelola JTTS sudah cukup memastikan keamanan kepada para pengendara. Selain itu, keberadaan rest area yang memadai juga memberi opsi bagi pengemudi untuk sekadar beristirahat. Adanya rest area ini pula, menurutnya, menjadi kantong ekonomi baru bagi masyarakat setempat. 

Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto menyampaikan, dalam sebuah webinar pada akhir 2020 lalu, bahwa kehadiran JTTS memberi tiga dampak signifikan. Ketiganya adalah turunnya biaya logistik, dimudahkannya pergerakan barang dan jasa, serta dorongan terhadap sektor pariwisata. Munculnya kantong ekonomi baru juga ditujang dengan adanya rest area dan industri penunjang yang bermunculan di sekitar pintu-pintu tol. 

"(Manfaat) turunan dari Jalan Tol Trans Sumatra ini menghasilkan pertumbuhan dan kesejahteraan bagi masyarakat di Sumatra," ujar Budi Harto. 

photo
Presiden Jokowi resmikan ruas tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung, Lampung, Jumat (15/11). - (Republika/Sapto Andika Candra)
 

Untuk mendukung keamanan dan kenyamanan pengendara, Hutama Karya sendiri secara berkala melakukan patroli dan memasang sejumlah fasilitas penunjang. Perusahaan menyiagakan 260 armada yang terdiri dari ambulans, mobil penyelamat, patroli, derek, hingga kendaraan pembersih. Hutama Karya juga memasang 'rumble strip' dan 'rumble dot' untuk mengantisipasi terjadinya microsleep pada pengendara melalui getaran dan suara getaran yang muncul saat kendaraan melintas. 

Hutama Karya, ujar Budi, juga secara berkala melakukan operasi penindakan kendaraan over dimensi dan overload (ODOL) dengan menggandeng Dinas Perhubungan setempat. Saat melakukan operasi, kendaraan berat ditimbang menggunakan penimbang statik. Kendaraan yang kedapatan melanggar batas akan ditindak oleh Dishub dan tidak diperbolehkan melintas atau putar balik. 

Catatan Hutama Karya per Oktober 2020, ruas JTTS yang sudah terbangun mencapai 629 kilometer (km). Ruas tol yang sudah beroperasi penuh adalah Tol Bakauheni-Terbanggi Besar, Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung, Palembang-Indralaya, Medan-Binjai seksi 2 dan 3, Pekanbaru-Dumai, serta Sigli-Banda aceh Seksi 4. 

Hutama Karya sendiri berupaya maksimal agar seluruh ruas tol, baik ruas utama atau ruas pendukung, sepanjang 2.770 km rampung sepenuhnya pada 2024 mendatang. Target ini cukup ambisius, namun diyakini bisa tercapai apabila laju pengerjaan bisa dijaga dengan konsisten. 

Budi menambahkan, setidaknya ada tiga tantangan utama dalam pembangunan JTTS selama ini. Tantangan pertama adalah proses pembebasan lahan. Perusahaan, ujar Budi, berupaya melakukan inisiatif agar proses ini berjalan dengan lancar. Tantangan kedua adalah faktor geologi di sekitar area pembangunan jalan tol. Struktur dan tekstur tanah atau batuan serta karakteristik tanah di lapangan pekerjaan konstruksi. Sementara tantangan ketiga adalah faktor cuaca saat pembangunan. 

"Kita saat ini mendapat amanat yang besar dari pemerintah yaitu pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra. Saat ini kita tidak hanya sekadar membangun jalan tol, tetapi sebenarnya kita sedang memulai sejarah yang akan dikenang generasi mendatang," kata Budi dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Hutama Karya, Senin (29/3). 

photo
Foto udara pembangunan konstruksi ruas jalan tol Padang-Sicincin di Jl Bypass KM 25, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Jumat (19/6). PT Hutama Karya (Persero) terus mengebut pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), salah satunya yakni Ruas Pekanbaru-Padang Seksi 1 (Padang-Sicincin/Pacin) sepanjang 36 kilometer, dengan lahan yang sudah dibebaskan dan dikerjakan sejauh 4,2 kilometer, sedangkan sisanya masih diproses di BPN. - (Antara/Iggoy el Fitra)
 

Membangun Infrastruktur, Membangun Peradaban

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat blakblakan mengenai alasannya memprioritaskan pembangunan infrastruktur sejak awal kepemimpinannya sebagai kepala negara. Ia mengaku, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan keputusannya untuk fokus terhadap pembangunan infrastruktur. 

"Banyak yang bertanya kepada saya kenapa infrastruktur menjadi fokus dalam pembangunan sekarang ini. Perlu saya sampaikan bahwa infrastruktur itu bukan hanya fisiknya tetapi banyak hal yang akan muncul dan berkembang karena dibangunnya infrastruktur," kata Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan kerja di Maluku Utara, (24/3) lalu. 

Membangun infrastruktur, menurut Jokowi, sama saja dengan membangun peradaban manusia. Poin inilah yang menurutnya kerap dilupakan banyak orang. Keberadaan infrastruktur juga disebut Jokowi membangun sebuah pola hidup baru yang lebih baik. 

Alasan kedua, menurut presiden, pembangunan infrastruktur sekaligus membangun daya saing antardaerah, bahkan antarnegara. Artinya, pembangunan yang terjadi tidak melulu fisik saja tetapi juga mendorong manusia di sebuah negara untuk terus mencari solusi atas setiap tantangan hidup masyarakat. 

Sementara alasan ketiga, pembangunan infrastruktur dilakukan demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jokowi mengaku kerap mendapat pesan dari masyarakat agar pembangunan tidak hanya dilakukan di Jawa saja. Ia sadar, masyarakat di wilayah timur Indonesia pun memiliki hak yang sama untuk merasakan pembangunan. 

Sedangkan alasan keempat, pembangunan infrastruktur bertujuan menyatukan seluruh masyarakat. Dengan adanya infrastruktur, terutama transportasi, maka masyarakat dari berbagai daerah bisa terhubung dengan mudah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement