Senin 29 Mar 2021 18:15 WIB

Thailand Siapkan Tempat Bagi Pengungsi Myanmar

3000 penduduk desa dari negara bagian Karen, Myanmar melarikan diri ke Thailand

Rep: rizky jaramaya/ Red: Hiru Muhammad
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK--Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan,  pada Senin (29/3), pemerintahnya sedang mempersiapkan potensi banjir pengungsi dari negara tetangga Myanmar. Prayuth menambahkan, pemerintah tidak menginginkan pengungsi datang ke Thailand tetapi juga tak bisa mengesampingkan hak asasi manusia.

"Kami tidak ingin ada eksodus ke wilayah kami, tetapi kami juga akan memperhatikan hak asasi manusia," kata Prayuth. Ketika ditanya tentang kekerasan akhir pekan di Myanmar selama demonstrasi antikudeta, Prayuth mengatakan, itu  masalah internal Myanmar. Prayuth tidak menjelaskan berapa banyak pengungsi Myanmar yang akan datang ke Thailand.

“Berapa banyak pengungsi yang diharapkan? Kami telah menyiapkan area, tetapi berapa banyak - kami tidak membicarakannya," kata Prayuth. Sekitar 3.000 penduduk desa dari negara bagian Karen, Myanmar melarikan diri ke Thailand pada Ahad (28/3) menyusul serangan udara oleh militer. Organisasi Wanita Karen mengatakan, militer Myanmar melancarkan serangan udara di lima wilayah di distrik Mutraw, dekat perbatasan, termasuk kamp pengungsian.

"Saat ini, penduduk desa bersembunyi di hutan, dan lebih dari 3.000 orang menyeberang ke Thailand untuk berlindung," kata pernyataan Organisasi Wanita Karen. 

Thai PBS melaporkan sekitar 3000 orang telah mencapai Thailand. Namun otoritas Thailand tidak menanggapi permintaan komentar. 

Pesawat-pesawat tempur militer Myanmar pada Sabtu (27/3) meluncurkan serangan udara di sebuah desa dekat perbatasan Thailand di wilayah kekuasaan kelompok etnik bersenjata. Karen National Union (KNU), kelompok bersenjata yang menguasai kawasan tenggara, menyebutkan, pesawat-pesawat tempur itu menghantam Day Pu No di Distrik Papun, area yang dikendalikan pasukan Brigade 5, sekitar pukul 20.00 waktu setempat. 

Kondisi itu membuat warga menyelamatkan diri meninggalkan desa mereka. Pendiri Free Burma Rangers, David Eubank mengatakan, dua anggota KNU tewas dalam serangan itu. Eubank menjelaskan, tidak pernah ada serangan udara di negara bagian Karen selama lebih dari 20 tahun.

Menurutnya, kemampuan militer Myanmar telah meningkat karena bantuan Rusia dan China. "Kami tidak pernah mengalami serangan udara di sana selama lebih dari 20 tahun. (Serangan) ini terjadi pada malam hari, jadi kemampuan militer Burma telah meningkat dengan bantuan Rusia dan China serta negara lain dan itu mematikan," ujar Eubank. 

Serangan udara adalah serangan paling signifikan selama bertahun-tahun di wilayah tersebut. KNU telah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 2015 tetapi ketegangan meningkat setelah militer menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.

KNU dan Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan, yang juga berbasis di perbatasan Thailand, telah mengutuk kudeta militer dan mengumumkan dukungan mereka untuk perlawanan publik. KNU telah melindungi ratusan orang yang melarikan diri dari Myanmar tengah, ketika kekerasan meningkat dalam beberapa pekan terakhir. 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement