Sabtu 27 Mar 2021 10:56 WIB

Aplikasi China Boikot Merek Singgung Kerja Paksa Xinjiang

Boikot terhadap H&M berlanjut ke banyak pihak di China.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Seorang pengunjuk rasa dari komunitas Uyghur yang tinggal di Turki, mengenakan topeng dengan bendera Tiongkok menggunakan ponsel selama protes di Istanbul, Kamis, 25 Maret, menentang kunjungan Menlu Tiongkok Wang Yi ke Turki. Ratusan warga Uighur melakukan protes di Istanbul dan ibu kota Ankara, mengecam kunjungan Wang Yi ke Turki dan menuntut pemerintah Turki mengambil sikap yang lebih kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di barat jauh China.
Foto: AP/Emrah Gurel
Seorang pengunjuk rasa dari komunitas Uyghur yang tinggal di Turki, mengenakan topeng dengan bendera Tiongkok menggunakan ponsel selama protes di Istanbul, Kamis, 25 Maret, menentang kunjungan Menlu Tiongkok Wang Yi ke Turki. Ratusan warga Uighur melakukan protes di Istanbul dan ibu kota Ankara, mengecam kunjungan Wang Yi ke Turki dan menuntut pemerintah Turki mengambil sikap yang lebih kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di barat jauh China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Aplikasi transportasi online China turut memboikot merek fashion Barat dengan menghapus H&M, peritel asal Swedia, dari layanannya. Langkah boikot dilakukan sebagai buntut dari temuan Barat ihwal kerja paksa terhadap Muslim di Xinjiang.

Hasil penelusuran untuk H&M di aplikasi transportasi daring “Didi Chuxing” untuk semua kota besar di China tidak membuahkan hasil. Boikot terhadap H&M juga diikuti oleh aplikasi lain. Raksasa e-commerce China Alibaba Group Holding Ltd, aplikasi belanja Meituan dan aplikasi mesin pencari Baidu Inc juga menghapus H&M dari daftar mereka.

Baca Juga

H&M menghadapi reaksi publik di China ketika pernyataan yang dibuat perusahaan tahun lalu menjadi viral. Dalam pernyataannya, H&M mengumumkan bahwa mereka tidak akan membeli kapas dari Xinjiang setelah adanya laporan kerja paksa.

Pemerintah Barat dan kelompok hak asasi menuduh pihak berwenang di Xinjiang menahan dan menyiksa warga Uighur di kamp-kamp, di mana beberapa mantan narapidana mengatakan mereka menjadi sasaran indoktrinasi ideologis. Namun Beijing menyangkal tuduhan tersebut dan menggambarkan kamp tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan yang membantu memerangi ekstremisme agama.

Merek asing lainnya, termasuk Burberry Group PLC, Nike Inc, dan Adidas AG juga terkena imbas karena membuat pernyataan serupa mengenai sumber kapas mereka di Xinjiang.

Bagian Hak Asasi Manusia di situs web H&M hmgroup.com pada Jumat, tidak lagi memuat tautan ke pernyataan tahun 2020 ihwal Xinjiang. Pernyataan yang mengungkapkan kekhawatiran atau intoleransi kerja paksa di Xinjiang yang sebelumnya terlihat di situs Inditex, VF Corp, PVH, dan Abercrombie & Fitch juga tidak lagi tersedia pada hari Kamis.

Meski begitu langkah merek fashion Barat itu didukung oleh tokoh Barat seperti anggota parlemen Prancis, Raphael Glucksmann. Melalui media sosial ia menyatakan dukungan terhadap langkah peritel yang menentang kerja paksa di Xinjiang.

“Kita harus mendukung merek yang mengutuk perbudakan. Ini adalah momen yang menentukan untuk merek-merek ini. Konsumen di Eropa perlu memberikan tekanan balik pada perusahaan yang mencabut pernyataan mereka,” kata Glucksmann seperti dilansir dari Reuters pada Sabtu (27/3).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement