Jumat 26 Mar 2021 18:18 WIB

Dua Produsen Baterai Listrik Siap Investasi di Indonesia

Pengembangan industri baterai listrik memerlukan biaya investasi yang tidak sedikit.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Outlet baterai sepeda motor listrik.
Foto: Dok
Outlet baterai sepeda motor listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) merupakan bagian dalam mengantisipasi perkembangan pascapandemi. Erick meyakini model bisnis di seluruh dunia akan banyak berubah setelah adanya pandemi.

Kondisi ini yang harus diantisipasi empat BUMN dalam IBC seperti Pertamina, PLN, Antam, dan Mind ID. Erick menyampaikan pengembangan industri baterai listrik tentu memerlukan biaya investasi yang tidak sedikit.

Baca Juga

Erick menyebut IBC telah berhasil menggandeng dua pemain baterai listrik dunia, CATL dan LG Chem, yang siap berinvestasi sebesar lima miliar dolar AS dari CATL dan 13 miliar dolar AS hingga 17 miliar dolar AS dari LG Chem.

"Permodalan sendiri kurang lebih ada dua kemitraan, dari CATL lima miliar dolar AS. Untuk LG Chem nilainya 13 sampai 17 miliar dolar AS. Sebuah kemitraan yang besar," ujar Erick saat konferensi pers pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) di Jakarta, Jumat (26/3).

Erick mengatakan pemberian investasi akan dilakukan secara bertahap yang mana pada satu hingga dua tahun pertama lebih fokus pada investasi pertambangan hingga smelter.

Tak hanya dengan CATL dan LG Chem, lanjut Erick, Indonesia juga membuka ruang kerja sama dengan pemain listrik dunia lainnya. Erick mengaku akan menjajaki kerja sama dengan produsen baterai listrik di Amerika Serikat (AS) dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Mendag Lutfi pada pertengahan April mendatang. Dari AS, Erick bersama Luhut dan Lutfi juga akan berkunjung ke Jepang untuk hal yang sama.

"Jangan berpikir IBC berdiri, kita monopoli bermitra dengan satu-dua pihak, kita bisa bermitra dengan banyak pihak," ucap Erick.

Namun begitu, lanjut Erick, kemitraan yang dibangun harus terkonsolidasi demi memastikan proses hilirisasi berjalan dengan baik. Erick tak ingin kerja sama yang dilakukan justru mengalihkan kekayaan alam Indonesia untuk digunakan bangsa lain.

"Kontrol ini bukan monopoli tapi menggunakan perusahaan ini jadi lalu lintas hilirisasi dan nilai tambah agar ada bargaining power yang lebih besar pada negara lain yang selama ini kita hanya dilihat sebagai pasar," kata Erick.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement