Kamis 25 Mar 2021 06:39 WIB

Hakim: Kenapa Hanya Suharjito yang Diseret ke Pengadilan?

Suharjito curiga 64 perusahaan lain juga menyuap Edhy Prabowo.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (23/3/2021). Terdakwa Suharjito diperiksa sebagai saksi bagi tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (23/3/2021). Terdakwa Suharjito diperiksa sebagai saksi bagi tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Hakim kasus suap ekspor behih lobster, Albertus Usada mengaku heran lantaran hanya Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito yang diseret ke pengadilan. Sebab, fakta persidangan menyebutkan ada 65 perusahaan yang memproses izin eskpor bersama perusahaan Suharjito.

"Kalau memang banyak, 65 perusahaan bisa saja punya potensi seperti Pak Suharjito. Persoalannya kenapa satu? Tapi majelis bukan kewenangan menjawab, tapi ada pada penyidik. Nah persoalannya, ini dari sekian yang diberi izin ekspor BBL maupun izin budidaya ada sekian perseroan atau perusahaan, tetapi yang dihadirkan dipersidangan hanya satu," kata Hakim Albertus dalam sidang Suharjito di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (24/3).

Albertus menyebutkan, pada persidangan sebelumnya, Suharjito telah mengajukan surat tertulis permohonan menjadi JC. Ia mengaku pihaknya masih mencermati surat tertulis tersebut terkait urgensi atau relevansinya. "Dan nanti sebelum penyusunan surat tuntutan, kami akan menyatakan sikap atas permohonan saudara. Jadi masih ada waktu," tambah Hakim.

Kuasa hukum Suharjito, Adwin Rahardian mengatakan, sejak awal proses penyidikan pihaknya sudah menyampaikan permohonan JC ke penyidik. "Bukan apa-apa, itu karena itikad baik dan kooperatif saja apapun akan siap menjawab dengan sejujur-jujurnya, termasuk di BAP (berita acara pemeriksaan) terdakwa bisa dieksplor dari hal-hal saudara terdakwa ketahui itu juga," kata dia.

Sebelum bersidang, Suharjito juga menyampaikan kecurigaannya ihwal adanya pihak lain yang juga membuat komitmen yang sama pada Edhy Prabowo. Ia meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menindak pelaku lain dalam perkara ini.

"Kalau aku gelombang 4 nomor urut 35 (pengurusan izin). Kan masih ada sampai 65 kan nomor urutnya," kata Suharjito.

Suharjito mengaku hanya meminta izin ekspor benih lobster ke KKP. Dia tidak tahu jika uang komitmen fee yang diminta Edhy Prabowo merupakan tindak korupsi. Atas dasar itu, Suharjito meminta KPK menindak para eksportir lainnya yang mendapat izin ekspor agar diproses hukum.

"Bukan apa-apa, kalau aku enggak diminta komitmen fee, enggak mungkin aku begini. Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? Gitu saja logikanya kan," kata Suharjito.

Dikonfirmasi terpisah, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri memastikan tidak akan tebang pilih dalam mengusut perkara tersebut. "KPK tidak tebang pilih. Kami patuh pada aturan hukum yang berlaku. Sebagai penegak hukum, KPK harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku," kata Ali Fikri.

Ali mempersilakan Suharjito menyampaikan hal-hal yang diketahuinya terkait perkara tersebut saat menjadi terdakwa ataupun ketika bersaksi di persidangan Edhy Prabowo. Ia pun memastikan keterangan Suharjito itu nantinya bakal dianalisis serta dikonfirmasi pada saksi maupun alat bukti lainnya.

"Kami analisis lebih lanjut keterangannya tersebut dengan mengkonfirmasi pada saksi-saksi dan alat bukti lainnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement